Jalan-jalan keliling dunia?

Jika Anda mendapat rezeki nomplok sebesar Rp 200 juta, apakah lebih baik digunakan untuk membeli Honda Jazz seri terbaru, atau digunakan untuk biaya jalan-jalan keliling dunia, menembus 7 benua?

Pertanyaan krusial diatas telah lama diteliti dalam beragam studi mengenai kebahagiaan (Happiness Study). Pertanyaan itu diajukan untuk menguji dampak possession (kepemilikan terhadap barang-barang) dan experience (pengalaman nyata seperti jalan-jalan keliling dunia) terhadap kebahagian jiwa seseorang.

Dalam sajian kali ini kita akan menelisik jawaban terbaik apa yang kudu kita ringkus untuk menjawab pertanyaan diatas. Mari kita nikmati bersama sarapan pagi ini.

Dari beragam studi tentang kebahagiaan, ternyata terbukti jawaban jalan-jalan keliling dunia akan memberikan dampak yang lebih permanen terhadap level kebahagiaan jiwa sesorang.

Membeli barang (mobil keren, baju mahal, gadget paling canggih) ternyata hanya akan memberikan sensasi kebahagiaan sesaat. Dan lalu pelan-pelan memudar.

(Itulah kenapa orang yang terkena penyakit shopaholics – gila belanja; selalu ingin terus menerus berbelanja barang-barang keren secara berulang. Sebab sensasi kebahagiaannya hanya sesaat; dan untuk merebut kembali kebahagiaan itu ia harus belanja lagi, dan lagi, dan lagi).

Sebaliknya, pengalaman (real experiences) seperti jalan-jalan ke negeri lain, gowes menembus hutan, pengalaman menjadi sukarelawan, atau beragam pengalaman lain yang bermakna; jauh lebih punya dampak permanen terhadap level kebahagiaan sesorang.

Kepemilikan barang-barang adalah possession. Pengalaman nyata adalah experience.

Dan beragam riset membuktikan experience jauh lebih powerful dibanding possession dalam menstimulasi kebahagiaan Anda. Ini salah satu kesimpulan kunci dari buku The How of Happiness : A New Approach to Getting the Life You Want karya Sonya Lyubomirsky – pioner ternama dalam studi-studi tentang Kebahagiaan.

Studi itu juga mengkonfirmasi kebajikan klasik : orang yang punya rumah di Pondok Indah dengan 7 mobil memang belum tentu lebih happy dibanding orang yang punya rumah sederhana namun selalu menemui pengalaman bermakna dalam kesehariannya.

Merajut pengalaman penuh makna dan menantang (challenging) atau pengalaman yang mengasyikan (apapun pengalaman ini) adalah salah satu cara untuk melentingkan kebahagiaan seseorang.

Dalam bukunya, Sonya juga mendedahkan sejumlah aktivitas lain yang punya peran dalam mendorong level kebahagiaan manusia. Berikut tiga diantaranya yang layak disimak :

Happiness Activity # 1 : Expressing Gratitude. Merayakan hidup dengan penuh rasa syukur. Melantunkan rasa syukur atas segala keberkahan yang hadir dalam hidup. Sonya membuktikan dalam risetnya, semakin Anda sering bersyukur, Anda pasti akan semakin bahagia.

Ada kebahagiaan yang menjalar saat kita bersyukur atas random simple things : atas oksigen yang terus kita hirup, atas pepohonan yang rindang, atas air yang membuat kita masih bisa mandi, atau atas secangkir teh hangat yang pagi ini kita reguk.

Happiness Activity # 2 : Cultivating Optimism. Selalulah berikhtiar menjahit kepingan harapan positif tentang masa depan hidup. Try to project the best possible of your future life. Yakin akan masa depan diri yang lebih baik akan membuat mood kita menjadi lebih positif, menjadi lebih energik, dan lebih antusias.

(Karena itu jangan terlalu sering nonton TV dan baca koran. Berita-berita yang bising itu hanya akan melentingkan pesimisme tak berujung. Membuat jiwa kita cemas dan galau; dan mungkin akan membikin optimisme pelan-pelan redup).

Happiness Activity # 3 : Practicing Act of Kindness. Ajaib : berbuat kebaikan pada orang lain (apapun kebaikan itu, entah bersedekah, entah berbagi ilmu, entah menolong orang lain; yang dilakukan dengan penuh ketulusan) punya dampak positif nan ampuh terhadap kebahagiaan seseorang.

Dalam riset-riset yang dituliskan dalam bukunya itu, Sonya menunjukkan : makin sering seseorang berbuat kebaikan pada orang lain; atau memberikan kontribusi bagi kemaslahatan bersama; maka orang itu pasti akan makin bahagia.

Demikianlah tiga aktivitas sederhana untuk membawa diri Anda basah kuyup dengan aura kebahagiaan. Lakukanlah tiga aktivitas ini dengan konstan, maka hidup kita pasti akan menjadi lebih punya makna dan makin produktif.

Oh ya, kembali dengan judul tulisan ini : jadi kapan kira-kira Anda bisa jalan-jalan keliling dunia?

Maka mari kita bekerja keras, dan rajin menabung : agar suatu saat kelak kita bisa bersama – sama terbang mengarungi tiga samudera dan menembus 100 negara. Aih. Aih.

PERANCANGAN VIRTUAL ENTERPRISE UNTUK PENGUATAN KONSOLIDASI PEMASARAN KLASTER UKM BERBASIS LOGAM DI SIDOARJO

1.    PENDAHULUAN

Studi awal dalam rangka pemetaan masalah menunjukkan bahwa isu tentang kurangnya kemampuan usaha kecil menengah (UKM) dalam mengakses pasar-pasar potensial merupakan permasalahan yang sampai saat ini belum ada jalan keluarnya. Lokasi klaster UKM berbasis logam di Sidoarjo, Jawa Timur sangat berbeda kondisinya dengan klaster UKM sejenis yang berlokasi di Jakarta dan Jawa Barat. Klaster UKM berbasis logam di daerah Jakarta dan Jawa Barat sangat beruntung karena dari sisi lokasi sangat dekat dengan industri otomotif yang memang sebagian besar berlokasi disana. Kedekatan lokasi ini membuat peluang mereka sangat terbuka untuk bermitra dengan industri otomotif dengan menjadi supplier komponen maupun aksesoris otomotif. Sebaliknya  klaster UKM berbasis logam di Sidoarjo, Jawa Timur yang berlokasi sangat jauh dari industri hilirnya menjadi salah satu alasan UKM berbasis logam di Sidoarjo lebih banyak menjual produk-produknya ke pasar bebas, karena sulit sekali bermitra dengan industri besar untuk membeli produk-produknya. Padahal menjual produk ke konsumen langsung tentu nilainya jauh dibawah nilai transaksi yang sanggup dilakukan oleh konsumen industri.

Untuk itu, peranan pemerintah dalam pemasaran produk UKM dipasar domestik maupun pasar internasional masih sangat diperlukan. Beberapa UKM telah mampu melakukan ekspor produk ke mancanegara, namun masih banyak UKM yang belum mampu untuk menjual produknya di pasar domestik. Kurangnya atau tidak adanya promosi pemasaran mungkin menjadi penyebab tidak dikenalnya kemampuan dari banyak UKM di Indonesia. Klaster industri logam di Sidoarjo, setidaknya ada 3 bentuk jalur perdagangan, yaitu :

  1. Melalui Usaha Besar (UB)  yang memproduksi produk rakitan otomotif
  2. Melalui distributor/agen penjualan komponen
  3. Langsung di jual di pasar

UB menawarkan produk/material atau komponen produknya langsung kepada UKM atau melewati trading company. Penawaran tersebut disampaikan kepada jaringan pemasok atau trading company yang ada dalam database UB. Hilangnya kesempatan untuk berinteraksi dengan pemasok/UKM yang tidak masuk dalam database UB atau UKM yang berada di bawah jaringan trading company akan mengurangi kesempatan UB dalam menemukan pemasok yang mungkin lebih baik dari pemasok yang ada. Dan tentu saja UKM berpotensi tidak mampu untuk ikut bersaing dalam rantai pasok tersebut. Gambar 1 memberikan ilustrasi UKM yang berada pada area hitam dan area abu-abu.

Gambar 1. Hubungan Usaha Besar dan pemasok (UKM)

 

Lembaga Pengembangan Bisnis (untuk selanjutnya disebut LPB) merupakan lembaga pembinaan UKM dibawah naungan PT. Astra Internasional melalui YDBA yang selama ini secara sistematis dan berkelanjutan melakukan program-program pendampingan dan pengembangan UKM. Salah satu peran lembaga ini adalah sebagai market place yang bisa menangkap kebutuhan konsumen akan produk-produk UKM. LPB menerima order dari konsumen dan mengalokasikannya kepada UKM binaannya melalui proses sharing resources. Sharing resources dilakukan karena salah satu atau beberapa UKM tersebut belum mampu memenuhi order konsumen yang jumlahnya melebihi kapasitas produksinya. Namun, permasalahan saat ini adalah kesulitan dalam menentukan alokasi order yang tepat untuk tiap UKM sesuai dengan kategori produk yang dipesan. Di satu sisi, pemilihan supplier (dalam hal ini UKM binaan LPB) dan pengalokasian order yang tepat sangatlah penting mengingat kesalahan pengalokasian justru akan menghambat proses bisnis dan merugikan konsumen. Permasalahan lain adalah dalam proses sharing resources antar UKM dimana muncul kesulitan untuk menegosiasikan harga yang paling optimal yang akan ditawarkan pada konsumen. Beberapa UKM biasanya menawarkan harga yang berbeda-beda meskipun tipe produknya adalah sama. Negosiasi harga tentu diperlukan agar bisa menguntungkan semua pihak yang terlibat khususnya para UKM.

Sistem e-commerce  yang ada saat ini belum mampu membantu pengalokasian order secara tepat melalui proses sharing resources diantara para UKM binaan LPB. Padahal,  untuk melakukan pemilihan UKM sebagai supplier dan pengalokasian order yang tepat banyak faktor atau kriteria yang harus dipertimbangkan, seperti kualitas produk, kapasitas produksi, harga, waktu pengiriman (delivery), dan lain-lain (Pujawan, 2005). Bahkan, website yang digunakan sebagai media sistem e-commerce ternyata masih belum bisa berjalan dengan semestinya. Website tersebut hanya bisa dijadikan sebagai katalog produk, sedangkanproses jual beli yang semestinya ada dalam sebuah sistem e-commerce justru tidak bisa dijalankan.

 

2.        KAJIAN LITERATUR

2.1.            Virtual Enterprise

Menurut Hye dan Joel (1999), virtual enterprise diciptakan untuk diarahkan pada sebuah kesempatan pangsa pasar yang spesifik, dibentuk dari dua atau lebih perusahaan yang berbeda, dan didesain untuk memfasilitasi penggabungan sumberproduksi secara cepat, luas, dan bersama-sama. Perusahaan-perusahaan yang tergabung di dalam virtual enterprise secara bersama-sama melakukan efektivitas biaya dan pembuatan produk yang unik tanpa menghiraukan ukuran, lokasi geografi, lingkungan komputasi, teknologi yang dikembangkan, atau operasional yang diimplementasikan oleh organisasi masing-masing.

Gambar 2. Gambaran transaksi jual beli barang di dalam virtual enterprise untuk UKM

 

Beckett (2003) dan Martinez, dkk (2001) mengatakan bahwa di dalam virtual enterprise, perusahaan-perusahaan mempunyai sumber produksi terbatas namun bisa mencapai hasil yang substansial menggunakan sumber yang dapat diperoleh dari para anggotanya yang tadinya saling independen kemudian menjadi interdependen untuk mencapai tujuan yang ingin mereka capai. Gambar 2 menunjukkan bagaimana bentuk sebuah virtual enterprise berupa virtual claster UKM. Virtual claster UKM tersebut menjadikan UKM-UKM yang terlibat di dalamnya bisa melakukan konsolidasi dan trading dengan industri besar melalui infrastruktur internet. Hal ini membuat UKM-UKM tersebut bisa terjangkau oleh industri besar yang ingin menggunakan produk ataupun sumber daya UKM tersebut.

 

2.2. Sistem Agen(Agent System)

Turban, dkk (2005) menyebut istilah agent sebagai intelligent agent yaitu sebuah program komputer yang menjalankan tugas tertentu berdasarkan aturan yang telah ditentukan sebelumnya dan pengetahuan yang disimpan sebagai basis pengetahuannya. Caglayan, dkk (1997) mendefinisikan agent sebagai suatu entitas software komputer yang memungkinkan user (pengguna) untuk mendelegasikan tugas kepadanya secara mandiri (autonomously). Menurut Wahono (2001), ada dua poin penting dari definisi tersebut, yaituagenmempunyai kemampuan untuk melakukan suatu tugas/pekerjaan, disamping itu agen melakukan suatu tugas/pekerjaan dalam kapasitas untuk sesuatu, atau untuk orang lain.Turban, dkk (2005) mengatakan bahwa sebuah agent yang cerdas memiliki beberapa komponen, yaitu: pemilik, pencipta, akun, tujuan, deskripsi persoalan, kreasi dan durasi, latar belakang, dan subsistem pendukung keputusan. Beberapa penelitian menggunakan sistem agen cerdas, seperti diantaranya: Iglesias (1999), Wang dkk (2006) juga mengatakan bahwaagen memiliki karakteristik utama, antara lain: Otonomi atau pemberdayaan, komunikasi (interaktivitas), otomatisasi tugas berulang, dan reaktivitas. Menurut Brenner di dalam Wahono (2001), intelligent processing (proses cerdas) untuk sebah agent terdiri dari interaction, information fusion, information processing, dan action. Proses cerdastersebut digambarkan sebagai berikut:

Gambar 3.  Proses Cerdas dari sebuah agen(Wahono, 2001)

 

2.3. E-Commerce

Electronic commerce (e-commerce) adalah proses pembelian, penjualan, transfer, pertukaran produk, jasa, dan atau informasi melalui jaringan komputer, termasuk internet (Turban, dkk, 2004). Sementara Schneider dan Perry (2001) mengatakan bahwa e-commerce merupakan pelaksanaan proses bisnis menggunakan pengiriman data elektronik melalui internet dan world wide web. Dari kedua definisi tersebut bisa disimpulkan bahwa di dalam sebuah sistem e-commerce ada proses bisnis melalui jaringan komputer atau menggunakan data elektronik. Sebagai ilustrasi, melalui gambar 4 ditunjukkan perbedaan antara ­traditional commerce dengan electronic commerce. Pada traditional commerce, transaksi jual beli masih menggunakan kertas, sedangkan pada e-commerce sudah menggunakan data elektronik.

Gambar 4.  Perbedaan Traditional Commerce dengan E-Commerce

(Schneider dan Perry, 2001)

 

3.   METODOLOGI

Penelitian diawali dengan kajian literatur mengenai hal-hal yang dipertimbangkan dalam pemilihan supplier. Tahun 2003, Zhang beserta beberapa rekannya melakukan review terhadap 49 penelitian atau literatur yang ditulis mengenai kriteria pemilihan supplier dari tahun 1992-2003 untuk melihat perubahan tingkat kepentingan dari kriteria-kriteria tersebut (Zhang, dkk, 2003). Acuan yang digunakan adalah Dickson’s Vendor Selection Criteria yang ditulis oleh Weber, dkk (1991). Dari hasil review tersebut, Zhang, dkk (2003) membuat susunan daftar kriteria penting dalam pemilihan vendor atau supplier. Tahap berikutnya adalah perancangan sistem virtual enterprise untuk merepresentasikan beberapa komponen transaksi bisnis yang bersifat dinamis dan proaktif. Sistem pendukung keputusan berbasis sistem agen diharapkan mampu menjadi solusi untuk menyelesaikan permasalahan konsolidasi pemasaran Klaster UKM Berbasis Logam di Sidoarjo. Dalam proses sharing resources, jumlah order yang dialokasikan pada tiap UKM akan ditentukan berdasarkan performance rating UKM. Performance rating tersebut menunjukkan tingkat kemampuan UKM dalam memenuhi kriteria yang menjadi pertimbangan dalam pemilihan supplier oleh pengambil keputusan dalam hal ini LPB. Untuk menentukan performance rating tersebut, digunakan integrasi model Fuzzy Logic dengan model Analytic Network Process (ANP) sebagaimana dalam Saaty (1996), Chung dkk (2006). ANP bisa digunakan untuk mengambil keputusan terbaik dengan mempertimbangkan kriteria-kriteria yang saling berhubungan satu sama lain pada level tertentu. Hasil perhitungan performance rating inilah yang akan digunakan sebagai basis pengetahuan dari agent system yang akan digunakan untuk merancang sistem pendukung keputusan pada virtual enterprise. Tahap terakhir adalah pembangunan sistem virtual enterprise yang merupakan proses implementasi dari rancangan model virtual enterprise dengan menggunakan aplikasi berbasis web. Rancangan sistem pendukung keputusan ini bisa diiimplementasikan pada virtual enterprise UKM yang bekerja secara online memalui jaringan internet sehingga para pelaku bisnis di LPB Astra memutuskan pengalokasian order tersebut dengan lebih efektif, efisien, dan tanpa dibatasi oleh posisi geografis.

 

 

4.  HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1.       Tingkat Pencapaian UKM Terhadap Kriteria Pengalokasian Order

Dalam proses sharing resources, jumlah order yang dialokasikan pada tiap UKM akan ditentukan berdasarkan performance rating UKM atas kriteria-kriteria yang menjadi pertimbangan dalam pemilihan supplier oleh pengambil keputusan dalam hal ini LPB.Dari hasil studi literatur dan wawancara beberapa pakar kriteria-kriteria yang digunakan dalam pengambilan keputusan adalah: (1)Ketepatan, yang terdiri dari sub kriteria kualitas dan waktu pengiriman; (2) Keamanan, yang terdiri dari sub kriteria layanan perbaikan dan prosedur pengaduan; (3) Kondisi UKM, yang terdiri dari sub kriteria kemampuan teknis, kapasitas dan fasilitas produksi, inovasi, manajemen dan organisasi, dan sistem komunikasi; (4) kriteria biaya hanya terdiri atas sub kriteria harga; (5) Moral, terdiri dari sub kriteria sikap dan keinginan untuk berbisnis. Kriteria-kriteria diatas diilustrasikan dalam model ANP pada Gambar 5.

 

Gambar 5. Model ANP Dalam Pengalokasian Order pada UKM Pada Software Super Decision 2.0.8

 

 

4.2.       Pengukuran Tingkat Pencapaian UKM Terhadap Kriteria Pengalokasian Order

Untuk membandingkan suatu alternatif UKM dengan UKM lainnya terhadap sebuah kriteria, maka diukur secara langsung seberapa besar tingkat pencapaian tiap UKM terhadap kriteria yang menjadi acuan tersebut yang selanjutnya disebut sebagai rating kriteria. Pengukuran ini menggunakan skala Likert (dengan nilai 1, 2, 3, 4, dan 5). Setiap nilai skala akan menggambarkan rating (tingkat) pencapaian UKM terhadap kriteria-kriteria yang digunakan dalam pengalokasian order pada penelitian ini. Sebagai contoh, berikut ini dalam tabel 1 disajikan skala Likert yang digunakan untuk mengukur tingkat pencapaian UKM terhadap kriteria kualitas.

 

Tabel 1. Skala Tingkat Pencapaian UKM terhadap Kriteria Kualitas

 

Adapun nilai rating kriteria tiap UKM dihitung dari pembagian antara skala kriteria yang dicapai oleh suatu UKM dengan skala maksimal.

Perhitungan bobot kriteria pengalokasian order dilakukan dengan menggunakan integrasi langkah-langkah pada ANP dan Fuzzy Logic, maka didapatkan bobot prioritas lokal dari tiap elemen dari model ANP pengalokasian order yang telah dibangun sebelumnya.Nilai bobot tersebut masih bersifat lokal. Untuk mendapatkan bobot akhir dari tiap kriteria, bobot prioritas lokal tersebut perlu dimasukkan ke dalam supermatriks. Dengan menggunakan bantuan Software Super Decision 2.0.8, tabel 2 berikut ini hasil akhir bobot kriteria yang digunakan dalam pengalokasian order bagi UKM:

 

Tabel 2. Bobot Akhir Kriteria Pengalokasian Order Untuk UKM

 

Tahapan berikutnya adalah memnentukan nilai performance rating (PR) UKM yang dihitung dengan menggunakan persamaan, dimana i adalah alternatif UKM (i=1,2,…,n) sedangkan j adalah kriteria yang ditetapkan (j=1,2,…m). Proses perhitungan performance rating UKM tersebut akan dilakukan secara otomatis melalui penggunaan agent pada sistem pendukung keputusan yang akan dirancang nantinya.

4.3. Perancangan Proses Bisnis Baru Atas Implementasi Sistem Pendukung Keputusan

Pada saat ini, LPB Astra sebenarnya telah memiliki sebuah website katalog produk UKM. Namun, penggunaan website tersebut belum bisa menjawab permasalahan yang dihadapi oleh LPB dalam proses sharing resources antar UKM binaannya. Untuk itu, perlu dirancang sebuah prosedur yang bisa digunakan oleh LPB dalam melakukan proses sharing resources antar UKM binaannya. Prosedur tersebut meliputi: (1) Penetapan bobot kriteria yang menjadi parameter pengalokasian order bagi UKM; (2) Perhitungan performance rating UKM sebagai dasar pemrioritasan UKM dan penentuan jumlah alokasi order kepada UKM ke-i dengan persamaan  dari n jumlah UKM yang terlibat dalam proses sharing resources ; (3) Perhitungan alokasi order untuk tiap UKM; (4) Feedback kepada UKM untuk negosiasi baik negosiasi harga maupun negosiasi kesanggupan pengerjaan order; (5) Seluruh atau sebagian alur dari proses sharing resources dilakukan secara otomatis melalui media online (website)yang akan dirancang sebagai media implementasi sistem pendukung keputusan pada penelitian ini. Rancangan proses bisnis baru diilustrasikan pada Gambar 6.

 

Gambar 6. Stuktur Agent System pada Sistem Pendukung Keputusan Pengalokasian Order

 

Proses bisnis baru yang dirancang pada penelitian ini diharapkan bisa dijalankan secara otomatis. Pada tahap information fusion, sebuah agen akan melakukan pengumpulan dan pengklasifikasian inputyang telah diperoleh baik berupa data-data ataupun informasi-informasi. Hal ini bertujuan untuk menyusun informasi atau data yang berguna dan sesuai dengan aturan yang ada padaagen tersebut. Sebagai contoh, untuk melakukan perhitungan alokasi order per UKM, data yang dibutuhkan adalah data jumlah order, bobot kriteria, dan kapasitas UKM. Tentu data yang akan disusun untuk perhitungan alokasi adalah data-data tersebut.Di dalam sistem agen yang digunakan pada penelitian ini juga terdapat information processing (pengolahan informasi), misalnya modul perhitungan performance rating, dimana pada modul ini agent mengolah data bobot kriteria dan data rating kriteria UKM menjadi sebuah informasi performance rating UKM. Untuk tahap action (aksi), sistem pendukung keputusan yang dirancang pada penelitian ini, agen nantinya akan menentukan prioritas UKM yang akan mengerjakan order, menentukan jumlah alokasi order, dan harga negosiasi. Untuk menampilkan output aksi dari agent tersebut, maka agent memerlukan interaksi dengan lingkungannya. Output tersebut akan ditampilkan melalui interface (tampilan antarmuka) sistem pendukung keputusan yang akan dirancang nantinya.Secara keseluruhan, stuktur agent system yang akan digunakan sebagai basis dari sistem pendukung keputusan pada penelitian ini dapat ditunjukkan oleh pada Gambar 6.

Dengan penggunaan sistem ­e-commerce, proses pemesanan produk UKM (order) bisa dilakukan melalui media internet sehingga tidak perlu dilakukan melalui telepon ataupun datang langsung ke kantor LPB. Proses sharing resources yang sebelumnya dilakukan secara manual seluruhnya, kini sebagian besar bisa dilakukan dengan menggunakan sistem pendukung keputusan hasil penelitian ini. Proses sharing resources akan dilakukan berdasarkan prosedur baku yaitu dengan terlebih dahulu menetapkan performance rating UKM berdasarkan kriteria pengalokasian order yang telah ditetapkan sebelumnya. Secara umum, perbedaan antara proses bisnis LPB sebelumnya dengan proses bisnis hasil penelitian ini ditunjukkan pada Tabel 3.

 

Tabel 3. Perbedaan Proses Bisnis Eksisting dengan Perbaikan

Keterangan

Eksisting

Perbaikan

Penerimaan order Manual Melalui e-commerce
Pengecekan kapasitas produksi UKM Manual Melalui e-commerce
Prosedur baku untuk sharing resources Tidak ada Ada
Sharing resources Manual Semiotomatis
Perhitungan performance rating UKM  – Otomatis melalui sistem pendukung keputusan
Perhitungan alokasi order per UKM  – Otomatis melalui sistem pendukung keputusan
Feedback ke UKM  – Manual
Jumlah proses bisnis 12 16
Jumlah proses otomatis 1 8
Persentase proses otomatis 8% 50%

Bobot yang menunjukkan tingkat kepentingan tiap kriteria yang dimasukkan kedalam sistem pendukung keputusan sifatnya tidak permanen. Dengan rancangan bagian penetapan bobot kriteria yang dibuat pada sistem pendukung keputusan ini memungkinkan user mengganti nilai bobot kriteria tersebut. Nilai performance rating menunjukkan UKM mana yang lebih baik jika dibandingkan dengan UKM lain untuk produk yang sedang dipesan. Selain untuk penentuan jumlah alokasi order per UKM, hasil perhitungan ini dapat digunakan oleh LPB sebagai bahan evaluasi terhadap UKM binaannya. Jumlah alokasi order per UKM ditentukan oleh tiga hal, yaitu performance rating UKM, kapasitas UKM, dan total order. Keberadaan nilai performance rating menunjukkan bahwa jumlah alokasi order ditentukan oleh performance rating UKM untuk produk yang sedang dipesan tersebut. UKM yang mempunyai kapasitas yang lebih besar belum tentu mendapatkan jumlah order yang semakin banyak jika performance rating-nya lebih kecil.

 

5. KESIMPULAN

Penelitian ini menghasilkan luaran suatu produk teknologi inovatif berbasis sistem agen dan e-commerce yang disebut sebagai virtual enterprise. Media implementasi menggunakan platform website PHP-MySQL sehingga bisa berjalan secara online, dimana fungsi utamanya adalah konsolidasi pemasaran serta membantu pengambilan keputusan untuk melakukan sharing resources antar anggota Klaster UKM Berbasis Logam di Sidoarjo. Dalam sistem ini terdapat 12 kriteria yang menjadi pertimbangan dalam melakukan pengalokasian order melalui proses sharing resources antar UKM, dimana jumlah alokasi order per UKM yang dibagi melalui sharing resources ditentukan berdasarkan nilai performance rating UKM. Performance rating UKM tersebut merupakan jumlah dari seluruh perkalian antara bobot kriteria dengan rating kriteria yang dicapai oleh UKM. Adapun proses perhitungan performance rating tersebut dapat dilakukan secara otomatis pada sistem pendukung keputusan hasil penelitian ini. Sistem pendukung keputusan yang disebut virtual enterprise dirancang berbasis pada sistem agen yang dijalankan secara online melalui jaringan internet. Sistem pendukung keputusan tersebut berguna membantu LPB dalam memutuskan UKM yang diprioritaskan untuk menerima order dan menentukan jumlah order yang dibagikan per UKM melalui sharing resources. Dengan adanya implementasi sistem virtual enterprise, maka LPB membutuhkan adanya perubahan manajemen berupa penambahan administrator yang bertugas menjalankan sistem tersebut serta perubahan prosedur pelaksanaan standar (SOP) yang digunakan untuk menjalankan proses bisnis yang baru.

 

6. REFERENSI

 

Beckett, R. C. 2003. Determining The Anatomy of Business Systems for A Virtual Enterprise. Computers in Industry, Vol.51 , hal. 127-138.

Caglayan, A. 1997. Agent Sourcebook: A Complete Guide to Desktop, Internet, and Intranet Agents. John Wiley & Sons Inc.

Chung, S. H., dkk. 2006. Analytic Network Process (ANP) Approach for Product Mix Planning in Semiconductor Fabricator. International Journal of Production Economics,  Vol. 96, hal. 15-36.

Hye, P. K., & Joel, F. 1999. Virtual Enterprise – Information System and Networking Solution. Computers & Industrial Engineering, Vol.37 , hal. 441-444.

Iglesias. 1999. A Survey of Agent-Oriented Methodologies. Proceedings of the Fifth International Workshop on Agent Theories, Architectures, and Languages (ATAL-98),

Martinez, M., dkk. 2001. Virtual Enterprise – Organisation, Evolution and Control. Int. J. Production Economics, Vol. 74 , hal. 225-238.

Turban, E., dkk. 2004. Electronic Commerce A Managerial Perspective. New Jersey: Pearson Education, Inc.

Turban, E., dkk. 2005. Decision Support Systems and Intelligent Systems. Diterjemahkan oleh S. Primaningrum. Edisi VI, Yogyakarta: Penerbit ANDI.

Turban, E., dkk (2005). Decision Support Systems and Intelligent Systems. Diterjemahkan oleh S. Primaningrum. Edisi VII, Yogyakarta: Penerbit ANDI.

Wahono, R. S. 2001. Multi Agent Systems: Issues, Approaches and Challenges. IECI Japan Refreshing Seminar 2001 (IJRS-2001), Vol. 3, hal. 22-37.

Saaty, T. L. 1996. Decision Making with Dependence And Feedback The Analytic Network. Edisi I, Pittsburgh: RWS Publications.

Schneider, G. P., dan Perry, J. T. 2001. Electronic Commerce. Edisi II, Canada: Cource Technology.

Weber, C. A, dkk. 1991. Vendor Selection Criteria and Methods.European Journal of Operational Research, Vol. 50, hal. 2-18.

Zhang, dkk. 2003. Evolution of Supplier Selection Criteria and Methods.

Person Of The Year

Tradisi pemilihan Man of the Year (kemudian diubah menjadi Person of the Year) sejatinya dimulai oleh majalah legendaris Time, sejak tahun 1927 silam. Yang dipilih adalah mereka yang dalam satu tahun tertentu telah memberikan impak dramatis (baik impak positive atau negative) bagi kehidupan banyak orang (karena kriteria ini, maka Hitler-pun pernah jadi Man of the Year majalah Time di tahun 1938).

Lalu siapa Business Person of the Year for 2012 dalam ranah bisnis di tanah air? Siapakah mereka-mereka yang selama tahun 2012 telah memberikan jejak yang cetar membahana dalam jagat bisnis di Indonesia?

Berikut nominasi tiga figur bisnis yang layak dipilih menjadi Business Person of the Year, dan kemudian terpilih satu diantaranya.

Figur Nominasi # 1 : Teddy Rachmat. Mungkin jarang orang yang seberuntung dan sehebat dia : bagus ketika menjadi pekerja profesional (sebagai CEO Astra International puluhan tahun), dan tetap hebat ketika menjalankan bisnis sendiri (business owner dari Triputra Group, distributor utama Honda Motor di wilayah Jawa Barat, serta pemegang saham Adaro, Adira, dan Assa Rent Car).

Di tahun 2012 ia melakukan dua hal penting. Yang pertama, menerbitkan bukunya yang berjudul “Pembelajaran TP Rachmat”. Sebuah buku maut yang merangkum filosofi bisnis Pak Teddy yang amat legendaris : focus on great people, and your business will grow forever.

Gebrakan dia yang kedua adalah melakukan Go Public untuk salah satu bisnisnya yang kian besar yakni Assa Rent Car, yang mendadak menjadi rival berat bagi TRAC – market leader dalam rental mobil bagi korporasi.

Pak Teddy telah 40 tahun malang melintang dalam jagat bisnis di tanah air. Kebesaran Astra tentu tak lepas dari tangan dinginnya. Kini meski kian sepuh, di tahun 2012 ini, ia tetap bergerak membesarkan imperium bisnisnya. Tetap dengan filosofi khas pak Teddy. Sebutlah itu “Teddy Rachmat Way”.

Figur Nominasi # 2 : Dahlan Iskan. Oke, sejatinya ia sekarang adalah menteri, bukan pebisnis murni. Namun ia adalah Menteri BUMN, sang jendral yang memayungi puluhan BUMN raksasa seperti Bank Mandiri, BRI, BNI, Pertamina, Angkasa Pura; yang total di tahun 2012 memberikan laba bersih bagi negara sebesar Rp 140-an trilyun. Bukan angka yang sedikit sodara-sodara.

Sepanjang tahun 2012, Dahlan Iskan melakukan sejumlah gebrakan yang tak jarang mengundang kontroversi (dan justru karena itu ia layak dinominasikan) : mulai dari turun dari mobil mengatur antrian di pintu tol, ikut membersihkan toilet di bandara Soekarno Hatta, hingga gebrakan anti suap di lingkungan BUMN.

Meski tetap bernuansa positif, gebrakan-gebrakan Dahlan kadang menjadi terlalu “intervensionistik” : ia sepertinya ingin masuk terlibat dalam semua urusan BUMN (mungkin karena style dia yang begitu : to the point, ingin cepat selesai, dan kerja cepat serta tuntas).

Namun sebenarnya tugas paling penting Menteri BUMN hanya satu : memilih CEO hebat untuk semua BUMN yang ada (peran ini dijalankan dengan gemilang oleh Menteri BUMN terdahulu, yakni Sofyan Djalil). Cukup memilih CEO HEBAT bagi BUMN, dan semua proses akan berjalan dengan baik (tanpa harus gedebak-gedebuk mencoba menjadi pemadam kebakaran bagi semua masalah BUMN).

Finding the Right CEO for BUMN. Ini tugas utama dan paling penting bagi semua Menteri BUMN jika ingin roda BUMN terus bergerak melaju. Bukan ngurusi tugas-tugas lainnya.

Namun Dahlan Iskan tetaplah figur yang mencorong ditengah kebekuan birokrasi. Atas segala sepak terjangnya di tahun 2012, ia menjadi layak dinominasikan menjadi Business Person of the Year.

Figur Nominasi # 3 : RJ Lino. Oke, figur ini mungkin kurang dikenal publik. Namun sejatinya Lino adalah salah satu tokoh sentral bagi urat nadi ekonomi negeri ini.

RJ Lino adalah Dirut Pelindo II, yang membawahi pelabuhan Tanjung Priok. Tanpa banyak diketahui orang, pelabuhan Tanjung Priok adalah salah satu titik sentral roda ekonomi Indonesia. Bahkan mungkin paling sentral : tanpa truk kontainer yang naik turun di pelabuhan itu, bagaimana mungkin desktop dan printer dan Blackberry bisa sampai meja kantor Anda?

Dan sepanjang tahun 2012 Lino menjelmakan dirinya sebagai one of the best CEOs di negeri ini : ia bergerak cepat untuk melakukan transformasi bisnis Pelindo II.

Ia cepat mengambil keputusan berinvestasi new equipments and new facilities; serta cepat bergerak untuk membangun pelabuhan New Priok (yang akan menjadi pelabuhan besar di Asean menyaingi pelabuhan Singapore yang legendaris itu);

Lino juga memberikan wewenang luas bagi anak-anak muda terbaik Pelindo demi kemajuan bisnis. Ia juga amat fokus pada pengembangan mutu SDM : dalam tiga tahun ke depan ia akan mengirim 200 pegawai terbaik Pelindo II untuk sekolah master di berbagai sekolah di seluruh dunia.

Kalau saja RJ Lino diberi waktu 10 hingga 15 tahun untuk memimpin Pelindo II, maka pelabuhan itu bisa benar-benar mengalami perubahan yang dramatis.

RJ Lino adalah sosok teladan untuk mendobrak kebekuan pembangunan infrastruktur yang lamban : ia tipe CEO BUMN yang cepat mengambil keputusan, berani mengambil risiko, tidak birokratis, dan sekaligus punya visi yang kuat tentang arah masa depan bisnis.

Dengan melihat berbagai sepak terjang dari tiga figur diatas, maka RJ LINO yang paling layak dinobatkan sebagai Indonesian Business Person of the Year 2012.

Promotion

Promotion, Advertising and  Sales Promotion Strategies
Sales Force, Internet and Direct Marketing Strategies

GDE Error: Unable to load requested profile.

Ilmu Manajemen Awali Bisnis Modern

Terimakasih Mas Yodya, kiriman artikelnya di Senin pagi 10 Des 2012 bertepatan dengan Seminar APPMI Ke I di Novotel Surabaya. Selasa saya presentasi makalah dengan tema Inovatifitas pemasok. Kiriman artikel mas Yodya cocok dan pas, menjelang presentasi makalah saya he3x..

Dear kawan pembaca web jhonhardi.com, ini saya postingkan artikel dari mas Yodya yang bertema inovasi.

Dalam jagat bisnis modern yang terus bergerak, inovasi mungkin telah menjadi semacam oksigen yang kudu terus dihirup. Tanpanya, sebuah bisnis barangkali bisa termehek-mehek ditelan laju perubahan zaman.

Faktanya, dalam bentangan sejarah bisnis yang panjang, karnaval inovasi itu terus menggema : mulai dari penemuan cell phone, mobil hybrid, internet, digital camera, 3D printer, hingga inovasi tablet portable masa kini.

Oke, daftar inovasi diatas begitu penting dan penuh pesona. Namun ada sebuah inovasi bisnis yang lebih hebat dan memungkinkan hadirnya revolusi peradaban bisnis modern. Apa gerangan inovasi legendaris ini? Dan apa dampaknya bagi jagat kehidupan modern? Mari kita telisik jawabannya dalam sajian renyah di pagi ini.

Jadi apa temuan terpenting dalam peradaban bisnis selama 100 tahun terakhir itu? Jawabnya : lahirnya ilmu manajemen. Ya, hadirnya ilmu manajemen adalah tonggak maha penting kala kita bicara tentang kebangkitan peradaban bisnis modern yang terus berlangsung ini.

Gary Hammel, guru strategi kelas dunia, menyebut kelahiran ilmu MANAJEMEN merupakan salah satu inovasi terpenting, dan telah memberikan dampak transformasional yang begitu masif bagi hadirnya peradaban bisnis modern.

Revolusi industri modern yang ditandai dengan hadirnya ikon-ikon bisnis seperti Ford, Toyota, General Electric, dan lalu berlanjut ke generasi Walmart, IBM, Samsung dan Intel, barangkali tak terbayangkan bisa hadir TANPA sumbangan ilmu manajemen.

Buku legendaris bertajuk the Practice of Management karya Peter Drucker acap disebut sebagi tonggak awal kelahiran ilmu manajemen modern. Dan faktanya, melalui buku inilah, revolusi tata kelola bisnis modern dimulai : dari buku ini dunia bisnis pertama kalinya mengenal istilah struktur organisasi, chain of command, span of control, hingga bagaimana cara melakukan re-organisasi bisnis.

Hadirnya ilmu manajemen yang secara sistematis mengajarkan cara tentang bagaimana merumuskan strategi, membangun planning, merumuskan alokasi sumber daya, hingga melakukan monitoring; telah membuat dunia bisnis bisa bergerak dengan konstan.

Sebaliknya, tanpa bantuan teknik dan ilmu manajemen yang solid, beragam imperium bisnis mungkin gagal menemukan puncak kejayaannya.

Begitulah Gary Hammel dalam bukunya the Future of Management, kemudian menyebut, dalam rentang seratus tahun terakhir ini, diam-diam ilmu manajemen telah memberikan pondasi yang kokoh bagi tumbuhan peradaban bisnis berskala mondial seperti yang kita saksikan hari ini.

Kini ketika kita menerawang hadirnya great companies seperti IBM, Citibank, Samsung, Astra International dan Bank BRI, kita mungkin harus menyebut ini : they are great because they have “strong management capabilities”. Dan kecakapan mengaplikasikan ilmu manajemen-lah yang membuat mereka menjadi management master.

Lalu jika kita bicara ilmu manajemen, sejatinya hanya ada 3 elemen simpel yang kudu di-kuasai. Yang pertama : Planning atau tentang bagaimana arah bisnis masa depan mau dilukis dalam kanvas persaingan yang kian brutal. Tentang rencana bisnis (semisal expansion plan, new investment, product development) yang mau digodok demi selamat hingga di tujuan.

Elemen kedua ilmu manajemen adalah : Execution, tentang bagaimana rencana bisnis yang telah di-sketsa-kan dengan detil itu, bisa diwujudkan menjadi kenyataan. Tentang bagaimana agar rencana bisnis yang keren itu tidak terus menggantung menjadi ilusi. Menjadi fatamorgana ditengah bayang-bayang invasi kompetitor yang tak kenal ampun.

Elemen terakhir adalah : Monitoring, review and evalution. Tentang bagimana setiap proses terus dipantau agar selalu on track. Tentang bagaimana agar implementasi terus bergerak maju dijalurnya. Tentang bagaimana umpan balik yang kontinyu terus diracik demi tergapainya puncak kinerja.

Ilmu MANAJEMEN adalah hanya tentang 3 elemen itu : planning, execution and monitoring. Dan dalam perjalanan sejarah yang panjang itu, ilmu semacam inilah yang telah menjadi mesin bagi bergeraknya peradaban bisnis modern.

Modal Sosial Untuk Supplier

Keberhasilan Astra Group menjadi sebuah kelompok perusahaan otomotif terbesar di Indonesia tersebut tidak terlepas dari peran pemasoknya (supplier). Perusahaan otomotif Astra melakukan peningkatan kapasitas produksi dan pembangunan jaringan (network) dengan industri pemasok (supplier) karena mereka (supplier) memberikan kontribusi yang besar bagi penciptaan kesempatan kerja serta ikut menyumbang pendapatan negara. Sedangkan konstribusi bagi perusahaan adalah para pemasok (supplier) merupakan pendukung rantai nilai dengan memainkan peran sebagai pembuat komponen melalui kemitraan.

Kontribusi suplier dalam proses produksi Astra yaitu melalui hubungan kemitraan pembeli dan pemasok (buyer-supplier). Data pemesanan dari perusahaan grup Astra yang diberikan kepada supplier kategori UKM (Usaha Kecil Menengah) untuk komponen yang dibuat lokal produk sepeda motor (Astra Honda Motor) mencapai 94% dan mobil (Astra Daihatsu) mencapai 60% (Astra, 2011). Nilai kemitraan kepada supplier sebesar 8 triliun untuk kategori UKM (Astra, 2011). Sedangkan Setiap tahun jumlah pemasok (supplier) komponen ke perusahaan mengalami peningkatan dan perkembangan. Peningkatan dari segi kuantitas atau jumlah diimbangi pula dengan kualitas yang memadai. Keadaan ini secara langsung berkaitan dengan kualitas organisasi supplier khususnya dalam manajemen, teknologi dan pemasarannya. Pemasok (Supplier) dituntut meningkatkan QCD (quality, cost, delivery) melalui cara  inovasi yang dilakukan oleh pemasok (supplier innovativeness), dan berbagi pengetahuan (knowledge sharing) dengan perusahaan Astra Group. Kedekatan hubungan antara Astra dengan pemasoknya ini telah terjaga, namun belum ada studi empiris yang mengukur bagaimana dampaknya terhadap kinerja Astra, terutama tentang inovasi yang mungkin dapat dihasilkan dari kedekatan hubungan tersebut. Inovasi maupun berbagi pengetahuan yang dilakukan oleh supplier akan menunjang Astra untuk meningkatkan daya saing yang berkesinambungan.

Innovation and New Product Strategy

Produk adalah pemahaman produsen sebagai usaha untuk memenuhi kebutuhan konsumen. Produsen kemudian menjabarkan persepsi dan preferensi konsumen melalui rancangan produknya.

Tingkatan Produk

Perencanaan produk ada tiga tingkatan, yaitu :

  1. 1.      Produk inti ( core product )

Tingkatan yang paling dasar adalah produk inti. Tingkatan ini menjawab pertanyaan apa yang benar-benar dibeli oleh konsumen ? produk inti adalah tingkatan yang paling pertama dan sentral dari suatu produk yang melibatkan penampilan fisik dari suatu produk, kualitas produk tersebut, serta kemampuannya untuk memuaskan kebutuhan konsumen, termasuk kegunaan fungsionalnya ( Bradley, 2003 p. 135 ).

  1. 2.      Produk actual ( actual produk )

Setelah membangun produk intinya, perusahaan harus membangun produk aktualnya diberbagai posisi yang dekat dengan produk inti. Produk actual tersebut minimal mempunyai lima sifat, yaitu :

  1. Tingkatan kualitas
  2. Fitur
  3. Desain
  4. Merek
  5. Kemasan
  6. 3.      Produk tambahan ( augmented product )

Perencana produk juga harus membangun produk tambahan disekitar produk inti dan actual dengan cara menawarkan layanan dan manfaat tambahan bagi konsumen.

Produk bukanlah sekedar dari kumpulan fitur berwujud. Konsumen cenderung melihat produk sebagai paket manfaat yang rumit yang dapat memuaskan kebutuhan mereka. Ketika merancang produk, para pemasar harus lebih dahulu mengidentifikasikan kebutuhan inti konsumen yang akan dipenuhi oleh produk tersebut. Kemudian perencana produk mendesain produk actual dan mencari cara menambah manfaat produk tersebut untuk menciptakan paket manfaat yang paling memuaskan konsumennya. ( Kotler & Armstrong, 2003, p. 341 )

Perkembangan Produk Baru

Perkembangan produk baru adalah suatu proses dari pencarian ide-ide untuk barang-barang dan pelayanan-pelayanan baru, dan mengubahnya menjadi tambahan lini produk yang berhasil secara komersil. ( Darymple & Parsons, 2000, p. 219 ). Alas an dasar perusahaan mengembangkan produk baru adalah untuk menggantikan item-item yang telah kehilangan minat dari konsumen. Pengenalam item baru membantu meningkatkan pendapatan dan keuntungan bagi perusahaan.

Bradley (2003, p. 134 ) menyebutkan bahwa tugas dari pengelolaan pengembangan produk baru adalah sebagai suatu usaha yang seimbang, yang berfokus pada tiga objektif, yaitu :

  1. 1.      Performa produk

Merujuk pada bagaimana suatu produk memenuhi spesifikasi performa yang diinginkan oleh konsumen, atau dengan kata lain seberapa baik suatu produk dinilai di mata konsumen.

  1. 2.      Kecepatan menuju pasar

Kecepatan ini diukur sebagai waktu yang terlewati diantara masa kebutuhan yang belum terpenuhi muncul di pasar, dan masa suatu produk yang dibuat tersedia kepada konsumen untuk memenuhi kebutuhan ini.

  1. 3.      Biaya produk.

Merujuk pada biaya keseluruhan yang dikeluarkan untuk mengantarkan produk tersebut kepada konsumen.

Adapun tahap-tahap dalam pengembangan suatu produk adalah sebagai berikut :

  1. Strategi produk baru
  2. Menghasilkan gagasan
  3. Penyaringan gagasan
  4. Analisis bisnis
  5. Pengembangan
  6. Uji coba pemasaran
  7. komersialisasi
GDE Error: Unable to load requested profile.

Gonjang Ganjing UMR 2013…

Tahun 2012 sebentar lagi akan berakhir, dan segera prospek UMR 2013 (sekarang diubah menjadi Upah Minimum Provinsi dan Upah Minimum Kota/Kabupaten) menjadi ramai dibicarakan. Sejumlah wakil pekerja menyuarakan agar UMP DKI Jakarta dinaikkan menjadi Rp 2,4 jutaan, atau naik secara dramatis dibanding UMP tahun ini yang angkanye berkisar pada Rp 1,5 juta per bulan.

Menjalani hidup di kota besar seperti Jabodetabek dengan dua anak, hanya dengan gaji 1,5 jutaan memang amat menghimpit. Empati sedalam-dalamnya harus selalu dihadirkan bagi perjuangan mereka menuntut kenaikan gaji (saya kadang bete terjebak kemacetan gara-gara demo buruh, namun saya kemudian ingat : anak-anak mereka di-rumah mungkin tengah menangis lantaran ayahnya tak lagi sanggup membeli nasi).

Di pagi yang mendung ini, ditengah beban biaya hidup yang kian menghimpit, ditengah kegalauan lantaran uang gaji yak pernah lagi bisa ditabung, kita mau membedah tema itu : tentang upah minimal yang selayaknya dihaturkan pada jutaan pekerja Indonesia yang tercinta.

Oke, oke, saya sudah sering mendengar kenapa usulan kenaikan UMP menjadi 2 jutaan per bulan itu tidak masuk akal. Pasti banyak perusahaan yang tidak sanggup, tutup usahanya (atau relokasi ke negara lain), dan akibatnya : PHK, dan akhirnya pengangguran justru melesat.

Sayangnya, alasan itu klise, dan berangkat dari pola pikir yang linear (bukan pola pikir lateral). Maksud saya, tak ada salahnya kita sedikit memberikan ruang bagi pandangan yang berbeda, yang mungkin lebih fresh, dan lebih inovatif (lantaran tidak terjebak linear thinking).

Maka, mari kita simak argumen kenapa usulan kenaikan UMR yang signifikan layak dipertimbangkan.

Argumen pertama : memberikan gaji yang memadai pada pekerja dan buruh adalah salah satu pilar penting untuk membangun kemakmuran bangsa (sejarah kebangkitan ekonomi Amerika dipicu oleh kenaikan upah buruh yang dramatis pada era tahun 50-an).

Sebabnya sederhana : dengan gaji yang memadai, kalangan buruh akan punya daya beli yang lebih bagus, dan secara kolektif hal ini akan memicu demand produk secara dramatis (dan persis inilah yang terjadi pada kebangkitan ekonomi Amerika di era tahun 50an dan ekonomi Korea di tahun 80-an yang mencengangkan itu).

Kalau jutaan buruh upahnya pas-pasan, daya beli mereka jatuh, lalu siapa yang akan membeli produk-produk yang dihasilkan pabrik itu?

Sebaliknya, dengan gaji memadai, para buruh akan memiliki consumption and buying power yang lebih baik. Dan percayalah : dalam jangka panjang ini JUSTRU akan menguntungkan para pengusaha (sebab permintaan akan produk-produk mereka pasti akan meroket).

Argumen kedua : UMR yang tinggi akan menggedor kreativitas pengusaha untuk mulai menciptakan high value added products dan juga level produktivitas pekerjanya.

Justru disini UMR yang tinggi menjadi pendorong the magic of innovation : pengusaha yang selama ini hanya maunya jadi “pengusaha kelas tukang jahit” atau hanya memproduksi barang-barang komoditi, dipaksa untuk mengembangkan high valued added product yang memberikan profit margin yang lebih tinggi (supaya bisa membayar UMR).

Transformasi tersebut amat krusial kalau kita tak ingin pengusaha tanah air berjalan di tempat. Dan ingatlah selalu : transformasi semacam ini yang akan membuat negeri ini tidak masuk dalam “middle income nation trap”.

UMR yang tinggi lantas tak akan pernah dikenang sebagai kutukan sejarah, namun justru “berkah terselubung” bagi kebangkitan inovasi ekonomi negri ini.

UMR yang tinggi juga akan memaksa pengusaha untuk inovatif dalam meningkatkan level produktivitas pekerjanya. Again, UMR yang tinggi mestinya dianggap sebagai PELUANG, bukan PROBLEM : peluang yang menantang pengusaha untuk menemukan cara-cara inovatif melejitkan produktivitas.

Mindset pengusaha harusnya begini : kalau UMR naik 50%, namun level produkvitas naik 300%, why not. Pan pengusaha katanya orang-orang yang berjiwa kreatif.

Argumen yang terakhir : puluhan riset empiris dengan ribuan responden perusahaan memberikan kesimpulan yang terang benderang. Bahwa semua perusahaan menjadi hebat lantaran memberikan upah dan gaji yang amat memadai bagi buruh/pekerjanya.

Dilema ayam sama telor duluan mana terpecahkan disini : riset itu menunjukkan bahwa perusahaan harus memberikan gaji yang memadai LEBIH DULU, baru kemudian kinerja bisnis mereka akan melesat.

Bukan sebaliknya : mari kita kerja keras dulu, gaji apa adanya dulu ya, baru nanti kalau profit bagus, kita akan naikkan gaji ya (masih dengan embel-embel, tapi ndak janji lho). Sekali lagi : terus guwe mesti harus bilang wow gituh?

Konon, pengusaha atau entrepreneurs adalah risk takers dan collective of innovative minds yang selalu haus dengan tantangan. Kalimat itu hanya akan menjadi fatamorgana, kalau etos inovasi yang legendaris itu tidak dihadirkan untuk mengatasi isu UMR ini.

Carmuk di depan Boss oleh ” krucuk mumet”

Carmuk. Cari muka di depan boss. Kalimat ini mungkin telah tergelincir menjadi sejenis dirty words dengan aura negatif yang muram. Tentu saja demikian, jika cara itu dilakukan dengan pola amatiran dan sembrono oleh staf rendahan atau biasa disebut oleh dosen saya dengan istilah Krucuk Mumet. Namun jika proses itu dilakukan secara elegan dan proper, mungkin ia akan jadi pilar yang cukup penting bagi laju karir dan tentu saja, grafik kesejahteraan kita.

Cara cari muka secara elegan di depan boss itu lazim disebut sebagai ilmu impression management.

Di pagi musim penghujan ini, di bulan yang acap dikenang secara sendu dengan sebutan November Rain, kita mau mengulik seluk beluk ilmu impression management. Tujuan tulisan ini mulia : supaya karir dan nasib Anda bisa bergerak naik, berkah barokah, gemah ripah loh jinawi.

Sebelum membedah sejumlah kiat untuk melakoni impression management, kita jelajahi dulu empat jenis karyawan dan manajer.

Tipe pertama : kinerjanya bagus namun tidak bisa menjual dirinya dengan baik (bad impression management skills). Mungkin kinerja orang ini memang bagus : tekun, selalu mau kerja keras bahkan lembur, dan nyaris selalu bisa menyelesaikan pekerjaan dengan tepat waktu.

Namun sayang, ia kurang piawai mencitrakan dirinya sebagai pekerja cerdas. Alhasil, namanya “nyaris tak terdengar”, dan karirnya mentok di pojok laci. Low profile boleh-boleh saja, tapi kalau selalu makan hati lantaran tak pernah di-promote, terus gue harus bilang wow gitu?

Tipe kedua : kinerjanya pas-pasan, namun pakar dalam teknik cari muka di depan bos. Teknik cari mukanya mulai dari yang sederhana : bikinin presentasi buat si bos, ikut membawakan tas/laptop boss, hingga yang lumayan “keren”, misal membelikan oleh-oleh buat si anak bos dan rela menjadi supir pribadi kala bos mau berkunjung kemana-mana.

Tanpa ditopang dengan substansi kinerja yang andal, siasat seperti diatas hanya akan meninggalkan jejak yang kelam bagi produktivitas organisasi di masa mendatang. Rekayasa impression management yang hanya akan membikin roboh kinerja bisnis.

Tipe ketiga : sudah kinerjanya pas-pasan, impression management skills-nya juga buruk. Pegawai semacam ini mungkin lebih baik diajak ke laut : buat merenung di pinggir pantai dari pagi sampe paginya lagi.

Tipe keempat adalah yang mungkin mesti ditumbuhkan : kinerjanya bagus, dan ditopang dengan ilmu impression management yang elegan. Alhasil karir pegawai/manajer seperti ini bisa terus berkibar meski hujan terus mengguyur bumi (halah, apa hubungannya).

Btw, siasat impression management yang dilakukan oleh pekerja tipe keempat itu layak di-dedahkan disini. Inilah contoh tiga cara cari muka di depan boss secara elegan yang mungkin layak diusung.

Cara Cari Muka # 1  : branding your program/activity as a critical part for company’s success. Desain dan kembangkan program yang kredibel dan inovatif (ini saja sudah memerlukan kompetensi). Namun yang tak kalah penting : branding program itu secara komunikatif (kalau perlu diresmikan dalam company event biar lebih ngejreng). Pastikan dalam keseluruhan proses itu, peran Anda “menonjol dan kelihatan” (dan memang ditopang oleh kecakapan).

Siasat diatas akan secara dramatis melambungkan nama Anda sebagai “rising star” – apalagi jika memang program/inisiatif itu bisa dijalankan dengan sukses.

Cara Cari Muka # 2 : bergiatlah secara aktif dalam company-wide initiatives (yang bersifat lintas departemen); misal seperti projek penerapan six sigma initiative, projek penerapan 5S atau balanced scorecard; atau projek pengembangan market baru.

Dan pastikan dalam inisiatif yang lintas bagian itu, Anda punya peran yang menonjol (entah sebagai team leader, atau sekedar aktif mengajukan solusi ide dalam meeting-meeting projek). Peran aktif Anda dalam inisiative seperti ini merupakan sarana ampuh to market yourself (ingat, personal branding).

Dibanyak perusahaan, orang yang aktif dalam company wide initiatives semacam diatas, cenderung lebih cepat dipromosikan. Ndak percaya? Coba saja sendiri.

Cara Cari Muka # 3  atau yang terakhir : bangunlah network internal dan posisikan Anda/departemen Anda sebagai good partner yang helpful. Selama ini di banyak organisasi, acap terjadi konflik antar departemen lantaran ego sektoral dan perbedaan kepentingan/prioritas. Koordinasi jadi macet.

Jangan ulangi kesalahan semacam itu. Posisikan tim Anda sebagai partner yang selalu gigih mencari win-win solution. Teruslah bergerak tanpa lelah ke setiap bagian/departemen, bangun komunikasi yang konstruktif, dan tawarkan aksi konkrit untuk memajukan kinerja bersama.

Cara yang ketiga ini niscaya akan membuat nama Anda menjadi “harum mewangi” dalam setiap sudut bangunan kantor Anda bekerja. Because, yes, you are a really good partner who drives performance.

Kesalahan dalam Membangun Habit dan Perilaku Produktif

Pada akhirnya, perjalanan merajut bentangan kesuksesan itu mungkin amatlah sederhana. Just develop good habits, and you can change your life forever. Mau kaya? Rajinlah menabung. Mau pintar? Rajinlah belajar. Mau sehat? Rajinlah berolahraga. Mau masuk surga? Rajinlah shalat tahajud dan bersedekah.

Simple bukan? Ya, memahat kemakmuran dunia akherat itu memang sederhana. Yang rumit : bagaimana menginstal kata “RAJIN” itu dalam relung jiwa kita secara konstan.

Sajian renyah kali ini mau menghidangkan menu tentang 7 kesalahan fatal yang tanpa sadar acap kita lakukan, ketika mau membangun “sikap rajin”, habit dan perilaku produktif dalam hidup kita.

7 kesalahan atau mitos yang mau dipaparkan disini didasarkan pada riset perilaku yang ekstensif yang telah dilakukan oleh Stanford University Persuasive Lab (sebuah lembaga terkemuka yang dengan getol mempelajari seluk-beluk perilaku manusia). Dus dengan kata lain, daftar kesalahan ini bukan karangan belaka (atau sekedar opini bebas), namun proven, dan berbasis ribuan data empiris.

Mari segera kita telisik 7 error ini satu demi satu.

Mistakes # 1 : Relying on Willpower for Long Term Behavior Change. Ini kesalahan mendasar yang acap menjebak orang : ketika mau berubah, hanya mengandalkan willpower (kemauan pribadi).

Benar, kemauan itu penting, namun faktanya : cadangan kemauan orang itu amat terbatas. Dan kemauan kuat itu ternyata mudah menguap. Itulah kenapa banyak orang menggebu-gebu di awal, namun pelan-pelan pudar willpowernya. Banyak inisiatif perubahan yang kemudian gagal karena kesalahan ini.

Mistake # 2 : Attempting big leaps, instead of baby steps. Kesalahan ini terjadi lantaran kita terlalu ambius : oke mulai besok, saya mau lari pagi setiap hari selama 10 KM. Faktanya : mengubah habit jauh lebih sukses dengan goal yang simple dan kelihatannya kecil : oke mulai besok, saya mau jalan kaki 5 menit saja per 2 hari sekali.

Riset membuktikan, sasaran yang kedua ini akan JAUH lebih sukses dijalankan, dan pelan-pelan – ini ajaibnya – akan membesar dengan sendirinya (maksudnya, bulan depan naik menjadi 10 menit, terus 15 menit, dst)

Mistake # 3 : Ignoring how environment shapes behaviors. Ini benar-benar kunci : lingkungan Anda punya pengaruh besar terhadap habit dan perilaku Anda.

Ribuan motivator kelas dunia bisa didatangkan dari antah berantah, namun hasilnya tetap akan sama : sepanjang lingkungan Anda tidak di-redesain. Di desain supaya kompatibel dengan habit yang mau dibangun.

Mistake # 4 : Blaming Failures on Lack of Motivation. Ini lagi, kesalahan yang lazim terjadi. Sedikit-sedikit, menyalahkan motivasi ketika seseorang tidak mau berubah perilakunya.

Yang seharusnya dilakukan : melakukan rekayasa konteks, sehingga perilaku yang mau dibangun menjadi lebih mudah dilakukan (auto debet tagihan adalah contoh sempurna : merubah kemalasan orang membayar tagihan itu bukan dengan menasehati dia supaya bayar tepat waktu. Tapi cukup sediakan sistem yang membuat prosesnya mudah. Sim salabim, lahirlah : auto debet tagihan. Tapi banyak orang yang tulalit : terus saja menyalahkan motivasi pelanggan yang malas membayar tagihan TANPA berpikir menyediakan “rekayasa konteks” untuk mengubah perilaku).

Mistake # 5 : Believing that Information Leads to Action. Nah ini kesalahan yang dilakukan orang tulalit diatas itu : terus saja memberikan wejangan/nasehat/informasi, seolah-olah ini akan mendorong perubahan perilaku. Salah besar.

Nasehat dan informasi verbal itu nyaris tidak punya dampak pada perubahan perilaku. Mengubah perilaku hanya dengan “sosialisasi tentang pentingnya blah blah blah”, hanya akan membuat Anda frustasi.

Mistake # 6 : Focusing on Abstract Goals. Saya ingin sehat. Saya ingin kaya. Ini tujuan yang terlalu abstrak dan menurut riset, tidak mendorong perubahan perilaku.

Mulai besok saya akan sit up 7 kali per hari. Mulai bulan ini saya harus menabung 250 ribu/bulan. Sasaran yang lebih konkrit semacam ini JAUH memberikan dampak bagi perubahan perilaku.

Mistake # 7 : Assuming that Behavior Change is Difficult. Kesalahan terakhir ini terjadi ya karena itu tadi : terlalu mengandalkan willpower dan motivasi (yang cadangannya tipis) dan juga tidak dibangun berdasar strategi yang tepat.

Padahal mengubah perilaku itu akan jauh lebih mudah kalau saja kita bisa menjalankan strategi yang dipaparkan diatas : mulailah dengan perubahan kecil, ciptakan sasaran yang konkrit, dan desain sistem atau konteks yang mendukung perubahan perilaku (ingat : kasus auto debet diatas).

from sajian renyah : strategi marketing manajemen blog