Teaching Sales

Teaching Sales

Great sales professionals are scare and getting scarcer” Authors: Suzanne Foget, David Hoffmeister, Richard Rocco, Daniel P

Diulas oleh Jhon Hardi

1.1.   Paradigma lama terkait Pendidikan Ilmu Menjual (Sales)

Artikel ini berusaha menggungah kesadaran perguruan tinggi untuk mendesain kurikulum dan membuka program-program pendidikan tentang penjualan. Hal ini mengingat fakta bahwa di sebagian besar sekolah bisnis kelas dunia tidak banyak ditemukan mata kuliah terkait penjualan, bahkan ditingkat Master of Business Administrasion hanya ada 1 mata kuliah manajemen penjualan, hal ini secara implisit menunjukkan bahwa pendidikan penjualan tidak penting. Salah satu alasan karena adanya paradigma bahwa seorang penjual (salespersons) dilahirkan dan bukan dibentuk sehingga mereka sangat meragukan keberhasilan pendidikan yang mengajarkan tentang menjual. Hasil dari pendidikan menjual ini masih diragukan tidak hanya di Indonesia, bahkan diluar negeri. Menurut Suzanne Fogel dkk (2012) menyatakan bahwa dari 479 program bisnis yang diakreditasi oleh Advance Collegiate Schools of Business, hanya 101 yang memiliki kurikulum penjualan dan hanya satu yang menawarkan gelar MBA dalam bidang penjualan salesoriented. Setelah melalui proses pendidikan menjual, siswa akan menjadi apa atau bagaimana? Pertanyaan tentang hasil yang dapat diukur dari suatu proses pendidikan adalah hal yang wajar, karena menyangkut penggunaan sumberdaya yang tidak sedikit dan waktu yang cukup banyak dialokasikan dalam program.

Tulisan ini dibuat dari hasil pelajaran selama mendirikan dan menjalankan aktivitas penelitian dibawah Center for Sales Leadership di DePaul University yang pada intinya ingin menggugah kesadaran perguruan tinggi untuk meningkatkan investasi pendidikan penjualan. Hal ini ditunjang pula dengan  survey yang dilakukan  Chally Group (sebuah konsultan dibidang penjualan) sejak tahun 1998, yang menyebutkan bahwa banyak pembeli memilih pemasoknya bukan berdasar atas kualitas produk atau layanan ataupun harga, melainkan keahlian atau skill dari penjualnya (salespersons).

Pendidikan tentang ilmu menjual belum dianggap penting karena dipandang bagian kecil dari aktivitas pemasaran yang fokus utamanya hanya pada penjualan produk saja. Sehingga pendidikan tentang penjualan di perguruan tinggi tidak banyak membantu, karena pengetahuan tentang produk itu unik sehingga perusahaan perlu membuat pelatihan internal, sedangkan keahlian menjual dipandang sebagai sesuatu yang tidak bisa diajarkan. Paradigma penjualan belum dipandang sebagai profesi yang membanggakan. Pendidikan magister lebih memberikan pendidikan pemasaran dan manajemen secara umum yang sangat diperlukan ketika seseorang menduduki jabatan yang lebih tinggi diperusahaan. Disisi lain, pendidikan tentang penjualan dianggap sekedar mengajarkan aktivitas teknis menjual sehingga tidak terlalu dihargai.

1.2. Paradigma Baru Pendidikan Penjualan

Terminologi Sales 2.0 saat ini sedang berkembang memperkenalkan paradigma bahwa penjualan berarti memberdayakan konsumen. Konsumen tidak lagi menuntut penjual (salesperson) memahami tentang produk perusahaan dan bisa memproses pesanan tetapi lebih pada bagaimana membantu konsumen mendefinisikan masalahnya dan berusaha memberikan solusi secara lengkap. Untuk itu, pendidikan ilmu menjual diharapkan memberikan kemampuan yang lengkap mulai dari dasar-dasar keilmuannya (fundamental sales), metodologi, hingga ilmu penjualan tingkat lanjut (multibuyers methodologies, analytic process for customer development), manajemen penjualan, komunikasi bisnis, dan teknologi penunjang penjualan.

Paradigma baru ini dipandang sebagai kesempatan oleh perguruan tinggi kelas dunia untuk meningkatkan investasi dibidang pendidikan penjualan, dimana dari 45 program pendidikan yang ditawarkan pada tahun 2007 meningkat dua kali lipat ditahun 2011. Dunia perguruan tinggi makin percaya diri bahwa mereka dapat memberikan lebih kepada mahasiswa dibandikan dengan apa yang bisa diberikan oleh pelatihan di industri.

1.3. Menjual Pendidikan Ilmu Menjual

Paradigma lama terkait profesi penjual yang kurang bergengsi mempengaruhi animo mahasiswa  belajar dalam pendidikan ilmu menjual diperguruan tinggi. Keberlangsungan karir seorang penjual (sales person) juga diragukan, dan ini sudah menjadi stereotype publik. Pendidikan ilmu menjual terus berusaha meyakinkan mahasiswanya bahwa ini adalah suatu profesi yang sangat menarik, karena memberikan otonomi yang luar biasa kepada individu, serta ruang gerak yang sangat luas dan dapat menjalin jaringan dengan banyak pihak eksternal perusahaan. Penghargaan berupa uang juga sangat menarik karena ini berkorelasi dengan usaha individu masing-masing. Motivasi yang diberikan para dosen program penjualan di perguruan tinggi ini cukup dapat meningkatkan animo mahasiswa untuk yakin memilih profesi penjual setelah lulus. Tugas yang tidak kalah berat adalah meyakinkan industri untuk bermitra dengan perguruan tinggi. Karena sekolah bisnis merupakan sekolah professional, bukan akademis, maka industri memiliki tanggung jawab untuk menjaga para mahasiswa tetap bangga pada profesi yang dipilihnya. Saat ini banyak pusat-pusat penjualan sudah jenuh oleh aktivitas bisnis, namun sangat sulit untuk melakukan ekspansi karena salesperson yang langka. Apabila industri berkepentingan dengan menumbuhkan pusat-pusat penjualan, diharapkan industri dapat menjadi mitra aktif perguruan tinggi yang membuka program pendidikan penjualan.