Wacana akan disusunya undang-undang CSR di negeri yang sudah dikuasai oleh segelintir perusahaan besar dan birokrasi yang kurang pro rakyat, menjadi inspirasi saya untuk menuliskannya dalam website ini.
SETUJU TIDAK SETUJU
Setuju ada wacana akan disusun UU CSR, namun tidak setuju bila UU CSR itu hanya sebagai alat untuk menekan perusahaan dalam melakukan program CSRnya. Sejatinya Undang-Undang harusnya melindungi dan mengakomodir kepentingan rakyat. Siapa rakyat itu ya seluruh jiwa yang hidup di negeri dimana Undang-Undang tersebut di Undangkan. Termasuk di dalamnya ada perusahaan dan pemerintah. Undang-Undang CSR menjadi isu yang hangat dan heboh karena hanya dimaknai sebagai sumber hukum untuk menghukum, bukan sebagai sumber peraturan sebagai alat untuk mengatur. Sementara persepsi orang bahwa CSR itu harus dilakukan dan wajib dilaksanakan. Sehingga jika ada perusahaan yang beroperasi didaerah tertentu selalu dituntut kontribusi dalam bentuk uang, restribusi pungutan, atau sumbangan yang harus diberikan. Celakanya semua itu disebut sebagai program CSR. Perusahaan tidak bisa menolak dengan dalih daripada ribet dan ribut lebih baik memberikan.
GAGAL PAHAM CSR
Kurangnya pengetahuan maka perusahaan menyebutkan itu semua adalah program CSR mereka. Sebagai contoh begitu ada kesempatan presentasi pada seminar atau lokakarya, perusahaan tersebut menyampaikan dengan bangga bahwa kami sudah mendonasikan sekian ratus juta rupiah, puluhan kantong darah, ratusan buku, santuni anak yatim piatu sek kelurahan atau bahkan Kabupaten, belasan kilometer jalan yang diperbaiki menjadi baru dan mulus, bahkan ada yang dengan bangga ajakan untuk makan atau minum produk tertentu agar sehat kemudian di upload di sosmed dan dari situ akan ada sejumlah dana disumbangkan ke masyarakat pedalaman dan lain sebagainya.
Aneh bin ajaib kegiatan diatas selalu diklim sebagai kegiatan CSR. Hampir semua perusahaan yang beroperasi di Indonesia yang saya tahu bahkan perusahaan kelas konglomerasipun demikian perilakunya. Aneh bin ajaib kedua, itu yang terkadang memperoleh penghargaan bergensi apa yang disebut dengan PROPER level EMAS, HIJAU atau yang dibawahnya.
UU CSR Untuk SIAPA
Kembali kepada Wacana disusunya Undang – Undang CSR sangat baik, meski terlambat karena sebelumnya sudah ada beberapa Undang-Undang yang mengharuskan perusahaan melakukan program CSR meski tidak dalam kontek khusus membahas program CSR. Sebagai contoh
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2001
TENTANG MINYAK BUMI DAN GAS Pasal 40 ayat 5 : Baadan Usaha atau Bentuk Usaha Tetap yang melaksanakan kegiatan usaha Minyak dan Gas Bumi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ikut bertanggung jawab dalam mengembangkan lingkungan dan masyarakat setempat. Pasal 11 ayat 3p : kontrak Kerjasama sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib memuat sedikit ketentuan-ketentuan pokok yaitu mengembangkan masyarakat sekitarnya dan jaminan hak-hak nasyarakat adat.
Kemudian ada juga UU No 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal, UU N0 32 Tahun 2009 Tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, UU PT No 40 Tahun 2007, belum lagi Peraturan-Peraturan terkait dengan Tanggungjawab Sosial Perusahaan. Namun hingga kini penegakan aturan itu belum maksimal. pertanyaanya Undang-Undang tersebut sebenarnya untuk siapa. Jika Undang-Undang CSR benar terlahir maka Indonesia akan menjadi Negara Ke Dua setelah India (pirac, 2016) yang memiliki Undang-Undang CSR.
Saat ini, pelaksanaan program CSR oleh perusahaan memang belum ada aturan yang jelas, beberapa teman yang di perusahaan seringkali menanyakan aturan CSR itu dimana, bagaimana pelaksanaanya dan kriterianya seperti apa. Sayapun akan menjawab bahwa, CSR itu bukan dipaksakan tapi CSR itu adalah kesukarelaan dan utamanya adalah kepekaan. Kata peka sendiri lebih pas dengan memberikan sebelum diminta, merasakan sebelum yang lain terasa. Memang sangat abstrak dan intangible tapi itulah makna CSR yang sesungguhnya. Oleh karena itu, jika CSR harus diatur dalam Undang-Undang dan apalagi nantinya ada hukuman atau sangsi yang dijatuhkan, maka CSR menjadi bias dari khitohnya. Undang-undang CSR apakah perlu, iya saya jawab perlu. Namun yang lebih perlu adalah orang yang menelorkan Undang-Undang CSR ini haruslah orang yang memiliki jiwa CSR. Orang yang memiliki kepekaan tingkat dewa. Orang yang tidak hanya karena knowledge, pengaruh, kondite, intelegencia, kuasa, namun lebih pada orang yang memiliki jiwa peka akan kondisi lingkungan mulai dari keluarganya, tetangga. Jika itu terpenuhi maka UU CSR yang dihasilkan nantinya lebih pada penguatan kepekaan, menggugah kesadaran elemen yang disasar dalam Undang-Undang tersebut. UU CSR memang bukan kitab suci, namun UU CSR harus bisa mengejawantahkan makna yang disampaikan pada kitab Suci, yaitu memanusiakan manusia dan mengalamkan alam.
Semoga pertanyaan UU CSR untuk siapa, bisa terjawab yaitu Untuk Manusia dan Alam. Agar tetap terjaga, karena tidak diciptakan manusia selain untuk menjaga alam ini dan tidak ciptakan alam selain untuk manusia.
salam CSR yang menginspirasi