Artikel yang sedang anda seduh awal minggu ini adalah sengaja kita keruk dari strategi renyah seorang konsultan bisnis handal. Hempasan jemarinya sangat piawai dalam meronce setiap kata sehingga bersambung menjadi kalimat baru seputar bisnis. Seperti apakah artikelnya, mari kita waos bersama;
Empat minggu lalu, Nokia mengumumkan akan mem-PHK 10 ribu karyawannya di berbagai belahan dunia. Nokia Lumia yang digadang-gadang akan menyelamatkan mereka, ternyata termehek-mehek dalam lorong kekalahan. Asap dupa dan kemenyan kematian pelan-pelan meruap : Nokia mungkin akan segera beristirahat panjang dalam taman kuburan.
Lalu, RIM produsen Blackberry dua hari lalu membentangkan berita kelam : mereka juga akan mem-PHK 5000 karyawannya. Penjualan mereka anjlok 50 % dibanding tahun lalu. Jika sebuah bisnis mengalami penurunan penjualan hingga 50%, itu artinya harus segera masuk ruang ICU. Dan jika tak tertolong, Blackberry juga akan wafat dalam taman kesunyian yang menyakitkan.
Nokia dan Blackberry. Dua raksasa yang tampak begitu perkasa itu tengah limbung. Tertatih-tatih menapak jalan terjal kompetisi yang begitu brutal. What went wrong? Dan pelajaran bisnis apa yang bisa dipetik dari drama robohnya dua legenda ini?
Persaingan dalam dunia gadget dan smartphone memang begitu keras. Namun ada sebuah tesis menarik dalam industri ini : hanya mereka yang menguasai aspek software dan hardware sekaligus yang akan menguasai dunia digital masa depan.
Dan sayangnya, hanya ada satu perusahaan yang dahsyat dalam dua elemen itu : baik software / hardware. Nama perusahaan itu Apple. Dan faktanya, perusahaan inilah yang kemudian memporak-porandakan pangsa Nokia dan BB di seluruh dunia. Bersama Samsung, Apple kini menguasai 75 % pangsa pasar smartphone global.
Nokia menjadi korban pertama. Lalu kini penjualan BB di pasar USA dan Eropa mulai meluncur drastis lantaran di-koyak oleh kehadiran iPhone dan Samsung Android. Sebentar lagi, Blackberry mungkin akan tersingkir. Itu artinya PIN BB Anda akan segera masuk museum : menjadi renik-renik peninggalan sejarah masa silam. Doh.
Ada tiga pelajaran tentang inovasi bisnis dari drama ini – berderat lesson yang bisa Anda petik, apapun jenis industri yang tengah Anda geluti saat ini. Sebab inovasi memang tak mengenal jenis bisnis. Either you innovate or die.
Innovation Lesson # 1 : Core Competencies will Win. Inovasi akan selalu dimenangkan oleh mereka yang menguasai core competency dalam industrinya. Dalam kasus industri gadget, core competencies itu adalah pada penguasaan dua bidang sekaligus : hardware design dan software. Siapa yang menguasai dua aspek ini akan menang.
Dalam industri/bisnis yang Anda tekuni, apa core competencies yang paling dibutuhkan? Dan apakah tim Anda memiliki kapabilitas yang lebih unggul dibanding kompetitor dalam penguasaan core competencies tersebut?
Dua pertanyaan kunci itu kudu dijawab dengan tuntas dan memuaskan. Sebab jika tidak, nasib Anda bisa seperti Nokia yang limbung itu.
Innovation Lesson # 2 : Collaborative Innovation. Kalau kita tidak menguasai core competencies yang dibutuhkan dalam sebuah bisnis, tak ada salahnya kita melakukan kolaborasi dengan mereka yang memilikinya.
Contoh : Samsung sadar ia tak akan mampu melawan kompetensi software Apple. Karena itu ia segera melakukan kolaborasi dengan software Android milik Google.
Kolaborasi atau aliansi strategis tak pelak merupakan salah satu taktik kunci untuk memenangkan persaingan bisnis yang kian dinamis. Adakah peluang bagi Anda untuk melakukan aliansi bisnis dengan mitra lain yang saling menguntungkan? Yang akan membuat bisnis Anda bergerak to the next level?
Innovation Lesson # 3 : Speed. Speed. Speed. Dalam derap perubahan yang melaju dengan kencang, respon yang lamban (atau apalagi penuh birokrasi) akan membuat Anda tewas dilibas pesaing.
Kasus : Samsung beruntung cepat mengambil keputusan untuk aliansi dengan Android. Samsung juga cepat merespon gadget touch screen yang kini jadi tren global.
Nokia dan Blackberry amat lamban merespon dinamika itu. Terlalu banyak analisa. Terlalu lamban mengambil decision. Dan ketika keputusan diambil, ah, semuanya sudah terlambat.
Tim Anda juga mestinya menghargai the magic of SPEED ini. Jangan terlalu lama melakukan analisa (analisa terus kapan eksekusinya?). Jangan terlalu banyak rapat untuk mengambil keputusan (terlalu banyak rapat adalah simbol birokrasi). Too many meetings will kill your innovation speed.
Demikianlah tiga pelajaran inovasi bisnis yang bisa dipetik dari drama limbungnya Nokia dan Blackberry. Derap kompetisi bisnis terus berjalan. Dan untuk bisa menyusuri jalan panjang itu, ruh inovasi harus terus dikibarkan.