Beberapa kali saya menulis artikel tentang CSR. Tentunya bukan sesuatu yang baru bagi anda semuanya, karena definisi, pengertian atau arti CSR sudah sering terdengar baik di media masa, siaran berita CSR mulai gencar disuarakan atau menjadi trending topik pada awal tahun 2000an hingga saat ini. Namun pemahaman yang baku tentang CSR masih bias, baik dari pandangan para praktisi, politisi bahkan akademisi. Istilah kata gaul sekarang adalah Gagal Paham. Bila hal ini menimpa kepada politisi masih bisa dimaklumi, karena politisi boleh salah dan bohong konon ceritanya demikian..he3x.
Menjadi keprihatinan kita semua, pemahaman tentang CSR masih dedifinisikan dengan pemberian. Masih diartikan dengan tanggungjawab perusahaan. Padahal perusahaan apakah bisa disuruh bertanggungjawab kalau mereka tidak melakukan apa-apa, terus bertanggungjawab kepada siapa. Kalau membahas tentang tanggungjawa perusahaan, itu sangat jelas bahwasanya perusahaan akan bertanggungjawab terhadap yang diperbuat, entah itu melakukan pencemaran, melakukan pembakaran, menyebarkan wabah penyakit, menyebabkan kematian atau yang lainnya yang merugikan manusia dan alam. Namun jika perusahaan itu tidak bersentuhan sama sekali dengan lingkungan sekitar, dan tidak mengakibatkan kerugian, apakah juga akan dituntut untuk bertanggungjawab, emangnya duduk bareng saja menyebabkan hamil sehingga harus bertanggungjawab, nah itu analogi super sederhana. oleh karena itu, artikel ini hanya mengulang penegasan kembali bahwa pemahaman CSR bukan lagi tanggungjawab perusahaan tapi “kepekaan perusahaan”.
Sekian banyak perusahaan di Indonesia yang belum melaksanakan program CSR dengan baik karena si Bos, atau Direkturnya belum paham makna CSR. Mengapa bisa terjadi? dan apakah ada Direktur CSR perusahaan tidak paham tentang CSR? jawabanya hampir rata-rata Direktur CSR perusahaan di Indonesia gagal paham tentang CSR. Pemahamanya sebatas pada perusahaan yang dia pimpin sudah memberikan bantuan kepada masyarakat berupa barang ini itu, memberdayakan dengan pelatihan ini itu, menanam pohon ini itu dengan jumlah ribuan bahkan jutaan, terus…diklim sebagai kegiatan CSR. Seolah-olah ya itulah CSR, memberi bantuan. Pertanyaanya’ bagaimana dengan karyawanmu yang tidak masuk sakit dan tidak mampu kedokter karena tidak punya biaya sementara gaji yang kau bayarkan tidak cukup, got perumahanmu yang mampet dan kau biarkan, saudaramu yang jarang kau kunjungi, sementara kamu menjadi Direktur CSR sibuk kesana kemari melakukan ceremony peresmian proyek bantuan- bantuan yang kau klim sebagai bentuk CSR perusahaanmu. Sementara kamu tidak ada kepedulian terhadap karyawan, got perumahan serta saudaramu. Mana kepekaanmu wahai sang Direktur CSR. Sungguh ketidak tahuanmu itu bukan berarti kamu bodoh, namun karena pemahamanmu selama ini yang salah tentang CSR. Maka janganlah sakit hati wahai para Direktur CSR perusahaan yang saat ini gagal paham tentang CSR, masih banyak waktu untuk lebih mengerti dan memahami CSR dengan cara asahlan kepekaanmu setiap hari. Dimulai dari keluargamu, lingkungan tempat tinggalmu. InsyaAllah dengan menajamkan kepekaan itu, maka anda semua yang menjabat sebagai Direktur CSR akan menemukan makna CSR yang sebenarnya. Ingat CSR itu dari hati dan menginspirasi.
Salam Harmoniz
Forum CSR