1. PENDAHULUAN
Studi awal dalam rangka pemetaan masalah menunjukkan bahwa isu tentang kurangnya kemampuan usaha kecil menengah (UKM) dalam mengakses pasar-pasar potensial merupakan permasalahan yang sampai saat ini belum ada jalan keluarnya. Lokasi klaster UKM berbasis logam di Sidoarjo, Jawa Timur sangat berbeda kondisinya dengan klaster UKM sejenis yang berlokasi di Jakarta dan Jawa Barat. Klaster UKM berbasis logam di daerah Jakarta dan Jawa Barat sangat beruntung karena dari sisi lokasi sangat dekat dengan industri otomotif yang memang sebagian besar berlokasi disana. Kedekatan lokasi ini membuat peluang mereka sangat terbuka untuk bermitra dengan industri otomotif dengan menjadi supplier komponen maupun aksesoris otomotif. Sebaliknya klaster UKM berbasis logam di Sidoarjo, Jawa Timur yang berlokasi sangat jauh dari industri hilirnya menjadi salah satu alasan UKM berbasis logam di Sidoarjo lebih banyak menjual produk-produknya ke pasar bebas, karena sulit sekali bermitra dengan industri besar untuk membeli produk-produknya. Padahal menjual produk ke konsumen langsung tentu nilainya jauh dibawah nilai transaksi yang sanggup dilakukan oleh konsumen industri.
Untuk itu, peranan pemerintah dalam pemasaran produk UKM dipasar domestik maupun pasar internasional masih sangat diperlukan. Beberapa UKM telah mampu melakukan ekspor produk ke mancanegara, namun masih banyak UKM yang belum mampu untuk menjual produknya di pasar domestik. Kurangnya atau tidak adanya promosi pemasaran mungkin menjadi penyebab tidak dikenalnya kemampuan dari banyak UKM di Indonesia. Klaster industri logam di Sidoarjo, setidaknya ada 3 bentuk jalur perdagangan, yaitu :
- Melalui Usaha Besar (UB) yang memproduksi produk rakitan otomotif
- Melalui distributor/agen penjualan komponen
- Langsung di jual di pasar
UB menawarkan produk/material atau komponen produknya langsung kepada UKM atau melewati trading company. Penawaran tersebut disampaikan kepada jaringan pemasok atau trading company yang ada dalam database UB. Hilangnya kesempatan untuk berinteraksi dengan pemasok/UKM yang tidak masuk dalam database UB atau UKM yang berada di bawah jaringan trading company akan mengurangi kesempatan UB dalam menemukan pemasok yang mungkin lebih baik dari pemasok yang ada. Dan tentu saja UKM berpotensi tidak mampu untuk ikut bersaing dalam rantai pasok tersebut. Gambar 1 memberikan ilustrasi UKM yang berada pada area hitam dan area abu-abu.
Gambar 1. Hubungan Usaha Besar dan pemasok (UKM)
Lembaga Pengembangan Bisnis (untuk selanjutnya disebut LPB) merupakan lembaga pembinaan UKM dibawah naungan PT. Astra Internasional melalui YDBA yang selama ini secara sistematis dan berkelanjutan melakukan program-program pendampingan dan pengembangan UKM. Salah satu peran lembaga ini adalah sebagai market place yang bisa menangkap kebutuhan konsumen akan produk-produk UKM. LPB menerima order dari konsumen dan mengalokasikannya kepada UKM binaannya melalui proses sharing resources. Sharing resources dilakukan karena salah satu atau beberapa UKM tersebut belum mampu memenuhi order konsumen yang jumlahnya melebihi kapasitas produksinya. Namun, permasalahan saat ini adalah kesulitan dalam menentukan alokasi order yang tepat untuk tiap UKM sesuai dengan kategori produk yang dipesan. Di satu sisi, pemilihan supplier (dalam hal ini UKM binaan LPB) dan pengalokasian order yang tepat sangatlah penting mengingat kesalahan pengalokasian justru akan menghambat proses bisnis dan merugikan konsumen. Permasalahan lain adalah dalam proses sharing resources antar UKM dimana muncul kesulitan untuk menegosiasikan harga yang paling optimal yang akan ditawarkan pada konsumen. Beberapa UKM biasanya menawarkan harga yang berbeda-beda meskipun tipe produknya adalah sama. Negosiasi harga tentu diperlukan agar bisa menguntungkan semua pihak yang terlibat khususnya para UKM.
Sistem e-commerce yang ada saat ini belum mampu membantu pengalokasian order secara tepat melalui proses sharing resources diantara para UKM binaan LPB. Padahal, untuk melakukan pemilihan UKM sebagai supplier dan pengalokasian order yang tepat banyak faktor atau kriteria yang harus dipertimbangkan, seperti kualitas produk, kapasitas produksi, harga, waktu pengiriman (delivery), dan lain-lain (Pujawan, 2005). Bahkan, website yang digunakan sebagai media sistem e-commerce ternyata masih belum bisa berjalan dengan semestinya. Website tersebut hanya bisa dijadikan sebagai katalog produk, sedangkanproses jual beli yang semestinya ada dalam sebuah sistem e-commerce justru tidak bisa dijalankan.
2. KAJIAN LITERATUR
2.1. Virtual Enterprise
Menurut Hye dan Joel (1999), virtual enterprise diciptakan untuk diarahkan pada sebuah kesempatan pangsa pasar yang spesifik, dibentuk dari dua atau lebih perusahaan yang berbeda, dan didesain untuk memfasilitasi penggabungan sumberproduksi secara cepat, luas, dan bersama-sama. Perusahaan-perusahaan yang tergabung di dalam virtual enterprise secara bersama-sama melakukan efektivitas biaya dan pembuatan produk yang unik tanpa menghiraukan ukuran, lokasi geografi, lingkungan komputasi, teknologi yang dikembangkan, atau operasional yang diimplementasikan oleh organisasi masing-masing.
Gambar 2. Gambaran transaksi jual beli barang di dalam virtual enterprise untuk UKM
Beckett (2003) dan Martinez, dkk (2001) mengatakan bahwa di dalam virtual enterprise, perusahaan-perusahaan mempunyai sumber produksi terbatas namun bisa mencapai hasil yang substansial menggunakan sumber yang dapat diperoleh dari para anggotanya yang tadinya saling independen kemudian menjadi interdependen untuk mencapai tujuan yang ingin mereka capai. Gambar 2 menunjukkan bagaimana bentuk sebuah virtual enterprise berupa virtual claster UKM. Virtual claster UKM tersebut menjadikan UKM-UKM yang terlibat di dalamnya bisa melakukan konsolidasi dan trading dengan industri besar melalui infrastruktur internet. Hal ini membuat UKM-UKM tersebut bisa terjangkau oleh industri besar yang ingin menggunakan produk ataupun sumber daya UKM tersebut.
2.2. Sistem Agen(Agent System)
Turban, dkk (2005) menyebut istilah agent sebagai intelligent agent yaitu sebuah program komputer yang menjalankan tugas tertentu berdasarkan aturan yang telah ditentukan sebelumnya dan pengetahuan yang disimpan sebagai basis pengetahuannya. Caglayan, dkk (1997) mendefinisikan agent sebagai suatu entitas software komputer yang memungkinkan user (pengguna) untuk mendelegasikan tugas kepadanya secara mandiri (autonomously). Menurut Wahono (2001), ada dua poin penting dari definisi tersebut, yaituagenmempunyai kemampuan untuk melakukan suatu tugas/pekerjaan, disamping itu agen melakukan suatu tugas/pekerjaan dalam kapasitas untuk sesuatu, atau untuk orang lain.Turban, dkk (2005) mengatakan bahwa sebuah agent yang cerdas memiliki beberapa komponen, yaitu: pemilik, pencipta, akun, tujuan, deskripsi persoalan, kreasi dan durasi, latar belakang, dan subsistem pendukung keputusan. Beberapa penelitian menggunakan sistem agen cerdas, seperti diantaranya: Iglesias (1999), Wang dkk (2006) juga mengatakan bahwaagen memiliki karakteristik utama, antara lain: Otonomi atau pemberdayaan, komunikasi (interaktivitas), otomatisasi tugas berulang, dan reaktivitas. Menurut Brenner di dalam Wahono (2001), intelligent processing (proses cerdas) untuk sebah agent terdiri dari interaction, information fusion, information processing, dan action. Proses cerdastersebut digambarkan sebagai berikut:
Gambar 3. Proses Cerdas dari sebuah agen(Wahono, 2001)
2.3. E-Commerce
Electronic commerce (e-commerce) adalah proses pembelian, penjualan, transfer, pertukaran produk, jasa, dan atau informasi melalui jaringan komputer, termasuk internet (Turban, dkk, 2004). Sementara Schneider dan Perry (2001) mengatakan bahwa e-commerce merupakan pelaksanaan proses bisnis menggunakan pengiriman data elektronik melalui internet dan world wide web. Dari kedua definisi tersebut bisa disimpulkan bahwa di dalam sebuah sistem e-commerce ada proses bisnis melalui jaringan komputer atau menggunakan data elektronik. Sebagai ilustrasi, melalui gambar 4 ditunjukkan perbedaan antara traditional commerce dengan electronic commerce. Pada traditional commerce, transaksi jual beli masih menggunakan kertas, sedangkan pada e-commerce sudah menggunakan data elektronik.
Gambar 4. Perbedaan Traditional Commerce dengan E-Commerce
(Schneider dan Perry, 2001)
3. METODOLOGI
Penelitian diawali dengan kajian literatur mengenai hal-hal yang dipertimbangkan dalam pemilihan supplier. Tahun 2003, Zhang beserta beberapa rekannya melakukan review terhadap 49 penelitian atau literatur yang ditulis mengenai kriteria pemilihan supplier dari tahun 1992-2003 untuk melihat perubahan tingkat kepentingan dari kriteria-kriteria tersebut (Zhang, dkk, 2003). Acuan yang digunakan adalah Dickson’s Vendor Selection Criteria yang ditulis oleh Weber, dkk (1991). Dari hasil review tersebut, Zhang, dkk (2003) membuat susunan daftar kriteria penting dalam pemilihan vendor atau supplier. Tahap berikutnya adalah perancangan sistem virtual enterprise untuk merepresentasikan beberapa komponen transaksi bisnis yang bersifat dinamis dan proaktif. Sistem pendukung keputusan berbasis sistem agen diharapkan mampu menjadi solusi untuk menyelesaikan permasalahan konsolidasi pemasaran Klaster UKM Berbasis Logam di Sidoarjo. Dalam proses sharing resources, jumlah order yang dialokasikan pada tiap UKM akan ditentukan berdasarkan performance rating UKM. Performance rating tersebut menunjukkan tingkat kemampuan UKM dalam memenuhi kriteria yang menjadi pertimbangan dalam pemilihan supplier oleh pengambil keputusan dalam hal ini LPB. Untuk menentukan performance rating tersebut, digunakan integrasi model Fuzzy Logic dengan model Analytic Network Process (ANP) sebagaimana dalam Saaty (1996), Chung dkk (2006). ANP bisa digunakan untuk mengambil keputusan terbaik dengan mempertimbangkan kriteria-kriteria yang saling berhubungan satu sama lain pada level tertentu. Hasil perhitungan performance rating inilah yang akan digunakan sebagai basis pengetahuan dari agent system yang akan digunakan untuk merancang sistem pendukung keputusan pada virtual enterprise. Tahap terakhir adalah pembangunan sistem virtual enterprise yang merupakan proses implementasi dari rancangan model virtual enterprise dengan menggunakan aplikasi berbasis web. Rancangan sistem pendukung keputusan ini bisa diiimplementasikan pada virtual enterprise UKM yang bekerja secara online memalui jaringan internet sehingga para pelaku bisnis di LPB Astra memutuskan pengalokasian order tersebut dengan lebih efektif, efisien, dan tanpa dibatasi oleh posisi geografis.
4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Tingkat Pencapaian UKM Terhadap Kriteria Pengalokasian Order
Dalam proses sharing resources, jumlah order yang dialokasikan pada tiap UKM akan ditentukan berdasarkan performance rating UKM atas kriteria-kriteria yang menjadi pertimbangan dalam pemilihan supplier oleh pengambil keputusan dalam hal ini LPB.Dari hasil studi literatur dan wawancara beberapa pakar kriteria-kriteria yang digunakan dalam pengambilan keputusan adalah: (1)Ketepatan, yang terdiri dari sub kriteria kualitas dan waktu pengiriman; (2) Keamanan, yang terdiri dari sub kriteria layanan perbaikan dan prosedur pengaduan; (3) Kondisi UKM, yang terdiri dari sub kriteria kemampuan teknis, kapasitas dan fasilitas produksi, inovasi, manajemen dan organisasi, dan sistem komunikasi; (4) kriteria biaya hanya terdiri atas sub kriteria harga; (5) Moral, terdiri dari sub kriteria sikap dan keinginan untuk berbisnis. Kriteria-kriteria diatas diilustrasikan dalam model ANP pada Gambar 5.
Gambar 5. Model ANP Dalam Pengalokasian Order pada UKM Pada Software Super Decision 2.0.8
4.2. Pengukuran Tingkat Pencapaian UKM Terhadap Kriteria Pengalokasian Order
Untuk membandingkan suatu alternatif UKM dengan UKM lainnya terhadap sebuah kriteria, maka diukur secara langsung seberapa besar tingkat pencapaian tiap UKM terhadap kriteria yang menjadi acuan tersebut yang selanjutnya disebut sebagai rating kriteria. Pengukuran ini menggunakan skala Likert (dengan nilai 1, 2, 3, 4, dan 5). Setiap nilai skala akan menggambarkan rating (tingkat) pencapaian UKM terhadap kriteria-kriteria yang digunakan dalam pengalokasian order pada penelitian ini. Sebagai contoh, berikut ini dalam tabel 1 disajikan skala Likert yang digunakan untuk mengukur tingkat pencapaian UKM terhadap kriteria kualitas.
Tabel 1. Skala Tingkat Pencapaian UKM terhadap Kriteria Kualitas
Adapun nilai rating kriteria tiap UKM dihitung dari pembagian antara skala kriteria yang dicapai oleh suatu UKM dengan skala maksimal.
Perhitungan bobot kriteria pengalokasian order dilakukan dengan menggunakan integrasi langkah-langkah pada ANP dan Fuzzy Logic, maka didapatkan bobot prioritas lokal dari tiap elemen dari model ANP pengalokasian order yang telah dibangun sebelumnya.Nilai bobot tersebut masih bersifat lokal. Untuk mendapatkan bobot akhir dari tiap kriteria, bobot prioritas lokal tersebut perlu dimasukkan ke dalam supermatriks. Dengan menggunakan bantuan Software Super Decision 2.0.8, tabel 2 berikut ini hasil akhir bobot kriteria yang digunakan dalam pengalokasian order bagi UKM:
Tabel 2. Bobot Akhir Kriteria Pengalokasian Order Untuk UKM
Tahapan berikutnya adalah memnentukan nilai performance rating (PR) UKM yang dihitung dengan menggunakan persamaan, dimana i adalah alternatif UKM (i=1,2,…,n) sedangkan j adalah kriteria yang ditetapkan (j=1,2,…m). Proses perhitungan performance rating UKM tersebut akan dilakukan secara otomatis melalui penggunaan agent pada sistem pendukung keputusan yang akan dirancang nantinya.
4.3. Perancangan Proses Bisnis Baru Atas Implementasi Sistem Pendukung Keputusan
Pada saat ini, LPB Astra sebenarnya telah memiliki sebuah website katalog produk UKM. Namun, penggunaan website tersebut belum bisa menjawab permasalahan yang dihadapi oleh LPB dalam proses sharing resources antar UKM binaannya. Untuk itu, perlu dirancang sebuah prosedur yang bisa digunakan oleh LPB dalam melakukan proses sharing resources antar UKM binaannya. Prosedur tersebut meliputi: (1) Penetapan bobot kriteria yang menjadi parameter pengalokasian order bagi UKM; (2) Perhitungan performance rating UKM sebagai dasar pemrioritasan UKM dan penentuan jumlah alokasi order kepada UKM ke-i dengan persamaan dari n jumlah UKM yang terlibat dalam proses sharing resources ; (3) Perhitungan alokasi order untuk tiap UKM; (4) Feedback kepada UKM untuk negosiasi baik negosiasi harga maupun negosiasi kesanggupan pengerjaan order; (5) Seluruh atau sebagian alur dari proses sharing resources dilakukan secara otomatis melalui media online (website)yang akan dirancang sebagai media implementasi sistem pendukung keputusan pada penelitian ini. Rancangan proses bisnis baru diilustrasikan pada Gambar 6.
Gambar 6. Stuktur Agent System pada Sistem Pendukung Keputusan Pengalokasian Order
Proses bisnis baru yang dirancang pada penelitian ini diharapkan bisa dijalankan secara otomatis. Pada tahap information fusion, sebuah agen akan melakukan pengumpulan dan pengklasifikasian inputyang telah diperoleh baik berupa data-data ataupun informasi-informasi. Hal ini bertujuan untuk menyusun informasi atau data yang berguna dan sesuai dengan aturan yang ada padaagen tersebut. Sebagai contoh, untuk melakukan perhitungan alokasi order per UKM, data yang dibutuhkan adalah data jumlah order, bobot kriteria, dan kapasitas UKM. Tentu data yang akan disusun untuk perhitungan alokasi adalah data-data tersebut.Di dalam sistem agen yang digunakan pada penelitian ini juga terdapat information processing (pengolahan informasi), misalnya modul perhitungan performance rating, dimana pada modul ini agent mengolah data bobot kriteria dan data rating kriteria UKM menjadi sebuah informasi performance rating UKM. Untuk tahap action (aksi), sistem pendukung keputusan yang dirancang pada penelitian ini, agen nantinya akan menentukan prioritas UKM yang akan mengerjakan order, menentukan jumlah alokasi order, dan harga negosiasi. Untuk menampilkan output aksi dari agent tersebut, maka agent memerlukan interaksi dengan lingkungannya. Output tersebut akan ditampilkan melalui interface (tampilan antarmuka) sistem pendukung keputusan yang akan dirancang nantinya.Secara keseluruhan, stuktur agent system yang akan digunakan sebagai basis dari sistem pendukung keputusan pada penelitian ini dapat ditunjukkan oleh pada Gambar 6.
Dengan penggunaan sistem e-commerce, proses pemesanan produk UKM (order) bisa dilakukan melalui media internet sehingga tidak perlu dilakukan melalui telepon ataupun datang langsung ke kantor LPB. Proses sharing resources yang sebelumnya dilakukan secara manual seluruhnya, kini sebagian besar bisa dilakukan dengan menggunakan sistem pendukung keputusan hasil penelitian ini. Proses sharing resources akan dilakukan berdasarkan prosedur baku yaitu dengan terlebih dahulu menetapkan performance rating UKM berdasarkan kriteria pengalokasian order yang telah ditetapkan sebelumnya. Secara umum, perbedaan antara proses bisnis LPB sebelumnya dengan proses bisnis hasil penelitian ini ditunjukkan pada Tabel 3.
Tabel 3. Perbedaan Proses Bisnis Eksisting dengan Perbaikan
Keterangan
|
Eksisting
|
Perbaikan
|
Penerimaan order |
Manual |
Melalui e-commerce |
Pengecekan kapasitas produksi UKM |
Manual |
Melalui e-commerce |
Prosedur baku untuk sharing resources |
Tidak ada |
Ada |
Sharing resources |
Manual |
Semiotomatis |
Perhitungan performance rating UKM |
– |
Otomatis melalui sistem pendukung keputusan |
Perhitungan alokasi order per UKM |
– |
Otomatis melalui sistem pendukung keputusan |
Feedback ke UKM |
– |
Manual |
Jumlah proses bisnis |
12 |
16 |
Jumlah proses otomatis |
1 |
8 |
Persentase proses otomatis |
8% |
50% |
Bobot yang menunjukkan tingkat kepentingan tiap kriteria yang dimasukkan kedalam sistem pendukung keputusan sifatnya tidak permanen. Dengan rancangan bagian penetapan bobot kriteria yang dibuat pada sistem pendukung keputusan ini memungkinkan user mengganti nilai bobot kriteria tersebut. Nilai performance rating menunjukkan UKM mana yang lebih baik jika dibandingkan dengan UKM lain untuk produk yang sedang dipesan. Selain untuk penentuan jumlah alokasi order per UKM, hasil perhitungan ini dapat digunakan oleh LPB sebagai bahan evaluasi terhadap UKM binaannya. Jumlah alokasi order per UKM ditentukan oleh tiga hal, yaitu performance rating UKM, kapasitas UKM, dan total order. Keberadaan nilai performance rating menunjukkan bahwa jumlah alokasi order ditentukan oleh performance rating UKM untuk produk yang sedang dipesan tersebut. UKM yang mempunyai kapasitas yang lebih besar belum tentu mendapatkan jumlah order yang semakin banyak jika performance rating-nya lebih kecil.
5. KESIMPULAN
Penelitian ini menghasilkan luaran suatu produk teknologi inovatif berbasis sistem agen dan e-commerce yang disebut sebagai virtual enterprise. Media implementasi menggunakan platform website PHP-MySQL sehingga bisa berjalan secara online, dimana fungsi utamanya adalah konsolidasi pemasaran serta membantu pengambilan keputusan untuk melakukan sharing resources antar anggota Klaster UKM Berbasis Logam di Sidoarjo. Dalam sistem ini terdapat 12 kriteria yang menjadi pertimbangan dalam melakukan pengalokasian order melalui proses sharing resources antar UKM, dimana jumlah alokasi order per UKM yang dibagi melalui sharing resources ditentukan berdasarkan nilai performance rating UKM. Performance rating UKM tersebut merupakan jumlah dari seluruh perkalian antara bobot kriteria dengan rating kriteria yang dicapai oleh UKM. Adapun proses perhitungan performance rating tersebut dapat dilakukan secara otomatis pada sistem pendukung keputusan hasil penelitian ini. Sistem pendukung keputusan yang disebut virtual enterprise dirancang berbasis pada sistem agen yang dijalankan secara online melalui jaringan internet. Sistem pendukung keputusan tersebut berguna membantu LPB dalam memutuskan UKM yang diprioritaskan untuk menerima order dan menentukan jumlah order yang dibagikan per UKM melalui sharing resources. Dengan adanya implementasi sistem virtual enterprise, maka LPB membutuhkan adanya perubahan manajemen berupa penambahan administrator yang bertugas menjalankan sistem tersebut serta perubahan prosedur pelaksanaan standar (SOP) yang digunakan untuk menjalankan proses bisnis yang baru.
6. REFERENSI
Beckett, R. C. 2003. Determining The Anatomy of Business Systems for A Virtual Enterprise. Computers in Industry, Vol.51 , hal. 127-138.
Caglayan, A. 1997. Agent Sourcebook: A Complete Guide to Desktop, Internet, and Intranet Agents. John Wiley & Sons Inc.
Chung, S. H., dkk. 2006. Analytic Network Process (ANP) Approach for Product Mix Planning in Semiconductor Fabricator. International Journal of Production Economics, Vol. 96, hal. 15-36.
Hye, P. K., & Joel, F. 1999. Virtual Enterprise – Information System and Networking Solution. Computers & Industrial Engineering, Vol.37 , hal. 441-444.
Iglesias. 1999. A Survey of Agent-Oriented Methodologies. Proceedings of the Fifth International Workshop on Agent Theories, Architectures, and Languages (ATAL-98),
Martinez, M., dkk. 2001. Virtual Enterprise – Organisation, Evolution and Control. Int. J. Production Economics, Vol. 74 , hal. 225-238.
Turban, E., dkk. 2004. Electronic Commerce A Managerial Perspective. New Jersey: Pearson Education, Inc.
Turban, E., dkk. 2005. Decision Support Systems and Intelligent Systems. Diterjemahkan oleh S. Primaningrum. Edisi VI, Yogyakarta: Penerbit ANDI.
Turban, E., dkk (2005). Decision Support Systems and Intelligent Systems. Diterjemahkan oleh S. Primaningrum. Edisi VII, Yogyakarta: Penerbit ANDI.
Wahono, R. S. 2001. Multi Agent Systems: Issues, Approaches and Challenges. IECI Japan Refreshing Seminar 2001 (IJRS-2001), Vol. 3, hal. 22-37.
Saaty, T. L. 1996. Decision Making with Dependence And Feedback The Analytic Network. Edisi I, Pittsburgh: RWS Publications.
Schneider, G. P., dan Perry, J. T. 2001. Electronic Commerce. Edisi II, Canada: Cource Technology.
Weber, C. A, dkk. 1991. Vendor Selection Criteria and Methods.European Journal of Operational Research, Vol. 50, hal. 2-18.
Zhang, dkk. 2003. Evolution of Supplier Selection Criteria and Methods.