UU Lalulintas media Marketing

Saudaraku,

Hari ini Kamis, 6 Juni 2013 saya tuliskan ulang di web ini bagaimana perilaku tertib berlalulintas. Tiga hari setelah selesai menjalankan sidang Tesis S2 di Unair, rasanya kelegaan yang sungguh tidak semua kawan bisa merasakan. Terus apa hubungannya dengan tertib lalulintas yaa, nah ini yang akan saya sampaikan melalui tulisan pagi ini.

Saudaraku sekalian, 3 (tiga) tahun yang lalu sebenarnya seringkali saya sampaikan mengenai perilaku dijalan raya yang menurut pengamatan tidak tertib atau cenderung melanggar aturan lalulintas. Salah satu cara yang murah dan efektif dengan membekali pengguna jalan UU lalulintas. Sebagaimana yang saya lakukan sejak tahun 2006, di mobil yang saya pakai untuk mobilitas, didasboard pasti ada UU Lalulintas dan Jalan Raya. Nampak sepele dan tidka menarik, namun sebagai informasi saja kepada pembaca sekalian bahwa selama saya melakukan itu sungguh rasanya banyak sekali manfaatnya. Pernah suatu ketika saya onair di Suara Surabaya FM menanggapi diskusi tentang tertib lalulintas, tanggapan saya waktu itu adalah, mudah sebenarnya menyelesaikan permasalahan lalulintas jika semua pengguna membawa dan membaca UU lalulintas. Didalam UU lalulintas tersebut seudah diatur semua tatacara berkendara, rambu2 dll. Sehingga terjadinya konflik antara pengguna jalan karena lakalalin ataupun konflik antara pengguna dengan petugas dijalan bisa diselesaikan dengan tertib dan intelek. Tidabk perlu perang mulut ataupun sampai dengan dengan adufisik krena semua sudah ada aturannya. Nah, setelah saya menanggapi hal demikian, banyak respon dari pendengar yang menyampaikan bahwa orang yang lulus sekolah seperti pak jhon, karena semua dikembalikan kepada aturan, dan tertib karena membaca, mengerti dan memahami bagaimana tentang tertib lalulintas. Sejak saat itu, dimanapun saya berada selalu menyampaikan bahwa lengkapi kendaraan anda dengan UU lalulintas, dan sayalah orang yang pertama menyampaikan UU lalulintas wajib ada di mobil atau tas kerja kita saat keluar di jalan raya.

Marketing adalah holistik, marketing memberikan kesadaran…dengan membaca dan memahami UU lalulintas diharapkan bangsa Indonesia tertib di jalan raya…terus apa hubungannya dengan marketing..

call me on 081703083599

salam tertib di jalan raya dengan memahami UU lalulintas

 

 

 

 

Menulis Ringkasan Eksekutif

Kawan, seringkali bagi kita yang biasa bekerja di kantor dan instansi  pasti tidak asing dengan istilah ringkasan eksekutif. Suatu laporan yang berisi inti dari laporan utama yang disajikan bagi top manajemen disuatu organisasi. Biasanya ringkasan eksekutif ini berjumlah 1 sampai dengan 2 halaman saja. Simple dan mudah sekali kedengarannya, hanya saja hasil pengamatan bahwa 2 diantara 3 orang tidak bisa membuat ringkasan eksekutif” wow sungguh menjadi perhatian dan peluang baru.

Kali ini, saya akan menyajikan bagaimana cara membuat ringkasan eksekutif khusus bisnis dengan bahasa persuasi. Tidak semua saya tuliskan disini, anda bisa mencoba untuk download file attachment yang ada di site jhonhardi.com

Salam

GDE Error: Unable to load requested profile.

 

Silaturahim Bawa Berkah ..lanjutan

hello  jhonhardilovers, mohon maaf beberapa waktu tidak tersaji tulisan dari mr jhon. Hal ini dikarenakan  sungguh diluar dugaan ternyata aktifitas yang lumayan padat, waktu 24 jam sangat kurang hahaha..

waktu yang telah lalu pernah saya tuliskan bahwa manfaat silaturahim membuat sehat jasmani dan rohani, sepenuhnya ungkapan itu sangat bener, yang saya rasakan sekarang ini adalah berkah setelah melakukan silaturahim.

Kepada para pembaca setia jhonhardi.com’

“Maka apakah kiranya jika kamu berkuasa kamu akan membuat kerusakan di muka bumi dan memutuskan hubungan kekeluargaan? Mereka itulah orang-orang yang dilaknati Allah dan ditulikanNya telinga mereka, dan dibutakanNya penglihatan mereka.” (QS Muhammad :22-23).

Memutus tali silaturrahmi adalah perbuatan yang sangat dilarang dalam agama Islam, Allah berfirman:

“Dan bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) namaNya kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu.” (Q.S An-Nisaa’ : 1)

oleh karena itu, mr jhon menulis lagi di blog ini agar anda dan saya masih dalam naungan ibadah silaturahim….

 

 

PERANCANGAN VIRTUAL ENTERPRISE UNTUK PENGUATAN KONSOLIDASI PEMASARAN KLASTER UKM BERBASIS LOGAM DI SIDOARJO

1.    PENDAHULUAN

Studi awal dalam rangka pemetaan masalah menunjukkan bahwa isu tentang kurangnya kemampuan usaha kecil menengah (UKM) dalam mengakses pasar-pasar potensial merupakan permasalahan yang sampai saat ini belum ada jalan keluarnya. Lokasi klaster UKM berbasis logam di Sidoarjo, Jawa Timur sangat berbeda kondisinya dengan klaster UKM sejenis yang berlokasi di Jakarta dan Jawa Barat. Klaster UKM berbasis logam di daerah Jakarta dan Jawa Barat sangat beruntung karena dari sisi lokasi sangat dekat dengan industri otomotif yang memang sebagian besar berlokasi disana. Kedekatan lokasi ini membuat peluang mereka sangat terbuka untuk bermitra dengan industri otomotif dengan menjadi supplier komponen maupun aksesoris otomotif. Sebaliknya  klaster UKM berbasis logam di Sidoarjo, Jawa Timur yang berlokasi sangat jauh dari industri hilirnya menjadi salah satu alasan UKM berbasis logam di Sidoarjo lebih banyak menjual produk-produknya ke pasar bebas, karena sulit sekali bermitra dengan industri besar untuk membeli produk-produknya. Padahal menjual produk ke konsumen langsung tentu nilainya jauh dibawah nilai transaksi yang sanggup dilakukan oleh konsumen industri.

Untuk itu, peranan pemerintah dalam pemasaran produk UKM dipasar domestik maupun pasar internasional masih sangat diperlukan. Beberapa UKM telah mampu melakukan ekspor produk ke mancanegara, namun masih banyak UKM yang belum mampu untuk menjual produknya di pasar domestik. Kurangnya atau tidak adanya promosi pemasaran mungkin menjadi penyebab tidak dikenalnya kemampuan dari banyak UKM di Indonesia. Klaster industri logam di Sidoarjo, setidaknya ada 3 bentuk jalur perdagangan, yaitu :

  1. Melalui Usaha Besar (UB)  yang memproduksi produk rakitan otomotif
  2. Melalui distributor/agen penjualan komponen
  3. Langsung di jual di pasar

UB menawarkan produk/material atau komponen produknya langsung kepada UKM atau melewati trading company. Penawaran tersebut disampaikan kepada jaringan pemasok atau trading company yang ada dalam database UB. Hilangnya kesempatan untuk berinteraksi dengan pemasok/UKM yang tidak masuk dalam database UB atau UKM yang berada di bawah jaringan trading company akan mengurangi kesempatan UB dalam menemukan pemasok yang mungkin lebih baik dari pemasok yang ada. Dan tentu saja UKM berpotensi tidak mampu untuk ikut bersaing dalam rantai pasok tersebut. Gambar 1 memberikan ilustrasi UKM yang berada pada area hitam dan area abu-abu.

Gambar 1. Hubungan Usaha Besar dan pemasok (UKM)

 

Lembaga Pengembangan Bisnis (untuk selanjutnya disebut LPB) merupakan lembaga pembinaan UKM dibawah naungan PT. Astra Internasional melalui YDBA yang selama ini secara sistematis dan berkelanjutan melakukan program-program pendampingan dan pengembangan UKM. Salah satu peran lembaga ini adalah sebagai market place yang bisa menangkap kebutuhan konsumen akan produk-produk UKM. LPB menerima order dari konsumen dan mengalokasikannya kepada UKM binaannya melalui proses sharing resources. Sharing resources dilakukan karena salah satu atau beberapa UKM tersebut belum mampu memenuhi order konsumen yang jumlahnya melebihi kapasitas produksinya. Namun, permasalahan saat ini adalah kesulitan dalam menentukan alokasi order yang tepat untuk tiap UKM sesuai dengan kategori produk yang dipesan. Di satu sisi, pemilihan supplier (dalam hal ini UKM binaan LPB) dan pengalokasian order yang tepat sangatlah penting mengingat kesalahan pengalokasian justru akan menghambat proses bisnis dan merugikan konsumen. Permasalahan lain adalah dalam proses sharing resources antar UKM dimana muncul kesulitan untuk menegosiasikan harga yang paling optimal yang akan ditawarkan pada konsumen. Beberapa UKM biasanya menawarkan harga yang berbeda-beda meskipun tipe produknya adalah sama. Negosiasi harga tentu diperlukan agar bisa menguntungkan semua pihak yang terlibat khususnya para UKM.

Sistem e-commerce  yang ada saat ini belum mampu membantu pengalokasian order secara tepat melalui proses sharing resources diantara para UKM binaan LPB. Padahal,  untuk melakukan pemilihan UKM sebagai supplier dan pengalokasian order yang tepat banyak faktor atau kriteria yang harus dipertimbangkan, seperti kualitas produk, kapasitas produksi, harga, waktu pengiriman (delivery), dan lain-lain (Pujawan, 2005). Bahkan, website yang digunakan sebagai media sistem e-commerce ternyata masih belum bisa berjalan dengan semestinya. Website tersebut hanya bisa dijadikan sebagai katalog produk, sedangkanproses jual beli yang semestinya ada dalam sebuah sistem e-commerce justru tidak bisa dijalankan.

 

2.        KAJIAN LITERATUR

2.1.            Virtual Enterprise

Menurut Hye dan Joel (1999), virtual enterprise diciptakan untuk diarahkan pada sebuah kesempatan pangsa pasar yang spesifik, dibentuk dari dua atau lebih perusahaan yang berbeda, dan didesain untuk memfasilitasi penggabungan sumberproduksi secara cepat, luas, dan bersama-sama. Perusahaan-perusahaan yang tergabung di dalam virtual enterprise secara bersama-sama melakukan efektivitas biaya dan pembuatan produk yang unik tanpa menghiraukan ukuran, lokasi geografi, lingkungan komputasi, teknologi yang dikembangkan, atau operasional yang diimplementasikan oleh organisasi masing-masing.

Gambar 2. Gambaran transaksi jual beli barang di dalam virtual enterprise untuk UKM

 

Beckett (2003) dan Martinez, dkk (2001) mengatakan bahwa di dalam virtual enterprise, perusahaan-perusahaan mempunyai sumber produksi terbatas namun bisa mencapai hasil yang substansial menggunakan sumber yang dapat diperoleh dari para anggotanya yang tadinya saling independen kemudian menjadi interdependen untuk mencapai tujuan yang ingin mereka capai. Gambar 2 menunjukkan bagaimana bentuk sebuah virtual enterprise berupa virtual claster UKM. Virtual claster UKM tersebut menjadikan UKM-UKM yang terlibat di dalamnya bisa melakukan konsolidasi dan trading dengan industri besar melalui infrastruktur internet. Hal ini membuat UKM-UKM tersebut bisa terjangkau oleh industri besar yang ingin menggunakan produk ataupun sumber daya UKM tersebut.

 

2.2. Sistem Agen(Agent System)

Turban, dkk (2005) menyebut istilah agent sebagai intelligent agent yaitu sebuah program komputer yang menjalankan tugas tertentu berdasarkan aturan yang telah ditentukan sebelumnya dan pengetahuan yang disimpan sebagai basis pengetahuannya. Caglayan, dkk (1997) mendefinisikan agent sebagai suatu entitas software komputer yang memungkinkan user (pengguna) untuk mendelegasikan tugas kepadanya secara mandiri (autonomously). Menurut Wahono (2001), ada dua poin penting dari definisi tersebut, yaituagenmempunyai kemampuan untuk melakukan suatu tugas/pekerjaan, disamping itu agen melakukan suatu tugas/pekerjaan dalam kapasitas untuk sesuatu, atau untuk orang lain.Turban, dkk (2005) mengatakan bahwa sebuah agent yang cerdas memiliki beberapa komponen, yaitu: pemilik, pencipta, akun, tujuan, deskripsi persoalan, kreasi dan durasi, latar belakang, dan subsistem pendukung keputusan. Beberapa penelitian menggunakan sistem agen cerdas, seperti diantaranya: Iglesias (1999), Wang dkk (2006) juga mengatakan bahwaagen memiliki karakteristik utama, antara lain: Otonomi atau pemberdayaan, komunikasi (interaktivitas), otomatisasi tugas berulang, dan reaktivitas. Menurut Brenner di dalam Wahono (2001), intelligent processing (proses cerdas) untuk sebah agent terdiri dari interaction, information fusion, information processing, dan action. Proses cerdastersebut digambarkan sebagai berikut:

Gambar 3.  Proses Cerdas dari sebuah agen(Wahono, 2001)

 

2.3. E-Commerce

Electronic commerce (e-commerce) adalah proses pembelian, penjualan, transfer, pertukaran produk, jasa, dan atau informasi melalui jaringan komputer, termasuk internet (Turban, dkk, 2004). Sementara Schneider dan Perry (2001) mengatakan bahwa e-commerce merupakan pelaksanaan proses bisnis menggunakan pengiriman data elektronik melalui internet dan world wide web. Dari kedua definisi tersebut bisa disimpulkan bahwa di dalam sebuah sistem e-commerce ada proses bisnis melalui jaringan komputer atau menggunakan data elektronik. Sebagai ilustrasi, melalui gambar 4 ditunjukkan perbedaan antara ­traditional commerce dengan electronic commerce. Pada traditional commerce, transaksi jual beli masih menggunakan kertas, sedangkan pada e-commerce sudah menggunakan data elektronik.

Gambar 4.  Perbedaan Traditional Commerce dengan E-Commerce

(Schneider dan Perry, 2001)

 

3.   METODOLOGI

Penelitian diawali dengan kajian literatur mengenai hal-hal yang dipertimbangkan dalam pemilihan supplier. Tahun 2003, Zhang beserta beberapa rekannya melakukan review terhadap 49 penelitian atau literatur yang ditulis mengenai kriteria pemilihan supplier dari tahun 1992-2003 untuk melihat perubahan tingkat kepentingan dari kriteria-kriteria tersebut (Zhang, dkk, 2003). Acuan yang digunakan adalah Dickson’s Vendor Selection Criteria yang ditulis oleh Weber, dkk (1991). Dari hasil review tersebut, Zhang, dkk (2003) membuat susunan daftar kriteria penting dalam pemilihan vendor atau supplier. Tahap berikutnya adalah perancangan sistem virtual enterprise untuk merepresentasikan beberapa komponen transaksi bisnis yang bersifat dinamis dan proaktif. Sistem pendukung keputusan berbasis sistem agen diharapkan mampu menjadi solusi untuk menyelesaikan permasalahan konsolidasi pemasaran Klaster UKM Berbasis Logam di Sidoarjo. Dalam proses sharing resources, jumlah order yang dialokasikan pada tiap UKM akan ditentukan berdasarkan performance rating UKM. Performance rating tersebut menunjukkan tingkat kemampuan UKM dalam memenuhi kriteria yang menjadi pertimbangan dalam pemilihan supplier oleh pengambil keputusan dalam hal ini LPB. Untuk menentukan performance rating tersebut, digunakan integrasi model Fuzzy Logic dengan model Analytic Network Process (ANP) sebagaimana dalam Saaty (1996), Chung dkk (2006). ANP bisa digunakan untuk mengambil keputusan terbaik dengan mempertimbangkan kriteria-kriteria yang saling berhubungan satu sama lain pada level tertentu. Hasil perhitungan performance rating inilah yang akan digunakan sebagai basis pengetahuan dari agent system yang akan digunakan untuk merancang sistem pendukung keputusan pada virtual enterprise. Tahap terakhir adalah pembangunan sistem virtual enterprise yang merupakan proses implementasi dari rancangan model virtual enterprise dengan menggunakan aplikasi berbasis web. Rancangan sistem pendukung keputusan ini bisa diiimplementasikan pada virtual enterprise UKM yang bekerja secara online memalui jaringan internet sehingga para pelaku bisnis di LPB Astra memutuskan pengalokasian order tersebut dengan lebih efektif, efisien, dan tanpa dibatasi oleh posisi geografis.

 

 

4.  HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1.       Tingkat Pencapaian UKM Terhadap Kriteria Pengalokasian Order

Dalam proses sharing resources, jumlah order yang dialokasikan pada tiap UKM akan ditentukan berdasarkan performance rating UKM atas kriteria-kriteria yang menjadi pertimbangan dalam pemilihan supplier oleh pengambil keputusan dalam hal ini LPB.Dari hasil studi literatur dan wawancara beberapa pakar kriteria-kriteria yang digunakan dalam pengambilan keputusan adalah: (1)Ketepatan, yang terdiri dari sub kriteria kualitas dan waktu pengiriman; (2) Keamanan, yang terdiri dari sub kriteria layanan perbaikan dan prosedur pengaduan; (3) Kondisi UKM, yang terdiri dari sub kriteria kemampuan teknis, kapasitas dan fasilitas produksi, inovasi, manajemen dan organisasi, dan sistem komunikasi; (4) kriteria biaya hanya terdiri atas sub kriteria harga; (5) Moral, terdiri dari sub kriteria sikap dan keinginan untuk berbisnis. Kriteria-kriteria diatas diilustrasikan dalam model ANP pada Gambar 5.

 

Gambar 5. Model ANP Dalam Pengalokasian Order pada UKM Pada Software Super Decision 2.0.8

 

 

4.2.       Pengukuran Tingkat Pencapaian UKM Terhadap Kriteria Pengalokasian Order

Untuk membandingkan suatu alternatif UKM dengan UKM lainnya terhadap sebuah kriteria, maka diukur secara langsung seberapa besar tingkat pencapaian tiap UKM terhadap kriteria yang menjadi acuan tersebut yang selanjutnya disebut sebagai rating kriteria. Pengukuran ini menggunakan skala Likert (dengan nilai 1, 2, 3, 4, dan 5). Setiap nilai skala akan menggambarkan rating (tingkat) pencapaian UKM terhadap kriteria-kriteria yang digunakan dalam pengalokasian order pada penelitian ini. Sebagai contoh, berikut ini dalam tabel 1 disajikan skala Likert yang digunakan untuk mengukur tingkat pencapaian UKM terhadap kriteria kualitas.

 

Tabel 1. Skala Tingkat Pencapaian UKM terhadap Kriteria Kualitas

 

Adapun nilai rating kriteria tiap UKM dihitung dari pembagian antara skala kriteria yang dicapai oleh suatu UKM dengan skala maksimal.

Perhitungan bobot kriteria pengalokasian order dilakukan dengan menggunakan integrasi langkah-langkah pada ANP dan Fuzzy Logic, maka didapatkan bobot prioritas lokal dari tiap elemen dari model ANP pengalokasian order yang telah dibangun sebelumnya.Nilai bobot tersebut masih bersifat lokal. Untuk mendapatkan bobot akhir dari tiap kriteria, bobot prioritas lokal tersebut perlu dimasukkan ke dalam supermatriks. Dengan menggunakan bantuan Software Super Decision 2.0.8, tabel 2 berikut ini hasil akhir bobot kriteria yang digunakan dalam pengalokasian order bagi UKM:

 

Tabel 2. Bobot Akhir Kriteria Pengalokasian Order Untuk UKM

 

Tahapan berikutnya adalah memnentukan nilai performance rating (PR) UKM yang dihitung dengan menggunakan persamaan, dimana i adalah alternatif UKM (i=1,2,…,n) sedangkan j adalah kriteria yang ditetapkan (j=1,2,…m). Proses perhitungan performance rating UKM tersebut akan dilakukan secara otomatis melalui penggunaan agent pada sistem pendukung keputusan yang akan dirancang nantinya.

4.3. Perancangan Proses Bisnis Baru Atas Implementasi Sistem Pendukung Keputusan

Pada saat ini, LPB Astra sebenarnya telah memiliki sebuah website katalog produk UKM. Namun, penggunaan website tersebut belum bisa menjawab permasalahan yang dihadapi oleh LPB dalam proses sharing resources antar UKM binaannya. Untuk itu, perlu dirancang sebuah prosedur yang bisa digunakan oleh LPB dalam melakukan proses sharing resources antar UKM binaannya. Prosedur tersebut meliputi: (1) Penetapan bobot kriteria yang menjadi parameter pengalokasian order bagi UKM; (2) Perhitungan performance rating UKM sebagai dasar pemrioritasan UKM dan penentuan jumlah alokasi order kepada UKM ke-i dengan persamaan  dari n jumlah UKM yang terlibat dalam proses sharing resources ; (3) Perhitungan alokasi order untuk tiap UKM; (4) Feedback kepada UKM untuk negosiasi baik negosiasi harga maupun negosiasi kesanggupan pengerjaan order; (5) Seluruh atau sebagian alur dari proses sharing resources dilakukan secara otomatis melalui media online (website)yang akan dirancang sebagai media implementasi sistem pendukung keputusan pada penelitian ini. Rancangan proses bisnis baru diilustrasikan pada Gambar 6.

 

Gambar 6. Stuktur Agent System pada Sistem Pendukung Keputusan Pengalokasian Order

 

Proses bisnis baru yang dirancang pada penelitian ini diharapkan bisa dijalankan secara otomatis. Pada tahap information fusion, sebuah agen akan melakukan pengumpulan dan pengklasifikasian inputyang telah diperoleh baik berupa data-data ataupun informasi-informasi. Hal ini bertujuan untuk menyusun informasi atau data yang berguna dan sesuai dengan aturan yang ada padaagen tersebut. Sebagai contoh, untuk melakukan perhitungan alokasi order per UKM, data yang dibutuhkan adalah data jumlah order, bobot kriteria, dan kapasitas UKM. Tentu data yang akan disusun untuk perhitungan alokasi adalah data-data tersebut.Di dalam sistem agen yang digunakan pada penelitian ini juga terdapat information processing (pengolahan informasi), misalnya modul perhitungan performance rating, dimana pada modul ini agent mengolah data bobot kriteria dan data rating kriteria UKM menjadi sebuah informasi performance rating UKM. Untuk tahap action (aksi), sistem pendukung keputusan yang dirancang pada penelitian ini, agen nantinya akan menentukan prioritas UKM yang akan mengerjakan order, menentukan jumlah alokasi order, dan harga negosiasi. Untuk menampilkan output aksi dari agent tersebut, maka agent memerlukan interaksi dengan lingkungannya. Output tersebut akan ditampilkan melalui interface (tampilan antarmuka) sistem pendukung keputusan yang akan dirancang nantinya.Secara keseluruhan, stuktur agent system yang akan digunakan sebagai basis dari sistem pendukung keputusan pada penelitian ini dapat ditunjukkan oleh pada Gambar 6.

Dengan penggunaan sistem ­e-commerce, proses pemesanan produk UKM (order) bisa dilakukan melalui media internet sehingga tidak perlu dilakukan melalui telepon ataupun datang langsung ke kantor LPB. Proses sharing resources yang sebelumnya dilakukan secara manual seluruhnya, kini sebagian besar bisa dilakukan dengan menggunakan sistem pendukung keputusan hasil penelitian ini. Proses sharing resources akan dilakukan berdasarkan prosedur baku yaitu dengan terlebih dahulu menetapkan performance rating UKM berdasarkan kriteria pengalokasian order yang telah ditetapkan sebelumnya. Secara umum, perbedaan antara proses bisnis LPB sebelumnya dengan proses bisnis hasil penelitian ini ditunjukkan pada Tabel 3.

 

Tabel 3. Perbedaan Proses Bisnis Eksisting dengan Perbaikan

Keterangan

Eksisting

Perbaikan

Penerimaan order Manual Melalui e-commerce
Pengecekan kapasitas produksi UKM Manual Melalui e-commerce
Prosedur baku untuk sharing resources Tidak ada Ada
Sharing resources Manual Semiotomatis
Perhitungan performance rating UKM  – Otomatis melalui sistem pendukung keputusan
Perhitungan alokasi order per UKM  – Otomatis melalui sistem pendukung keputusan
Feedback ke UKM  – Manual
Jumlah proses bisnis 12 16
Jumlah proses otomatis 1 8
Persentase proses otomatis 8% 50%

Bobot yang menunjukkan tingkat kepentingan tiap kriteria yang dimasukkan kedalam sistem pendukung keputusan sifatnya tidak permanen. Dengan rancangan bagian penetapan bobot kriteria yang dibuat pada sistem pendukung keputusan ini memungkinkan user mengganti nilai bobot kriteria tersebut. Nilai performance rating menunjukkan UKM mana yang lebih baik jika dibandingkan dengan UKM lain untuk produk yang sedang dipesan. Selain untuk penentuan jumlah alokasi order per UKM, hasil perhitungan ini dapat digunakan oleh LPB sebagai bahan evaluasi terhadap UKM binaannya. Jumlah alokasi order per UKM ditentukan oleh tiga hal, yaitu performance rating UKM, kapasitas UKM, dan total order. Keberadaan nilai performance rating menunjukkan bahwa jumlah alokasi order ditentukan oleh performance rating UKM untuk produk yang sedang dipesan tersebut. UKM yang mempunyai kapasitas yang lebih besar belum tentu mendapatkan jumlah order yang semakin banyak jika performance rating-nya lebih kecil.

 

5. KESIMPULAN

Penelitian ini menghasilkan luaran suatu produk teknologi inovatif berbasis sistem agen dan e-commerce yang disebut sebagai virtual enterprise. Media implementasi menggunakan platform website PHP-MySQL sehingga bisa berjalan secara online, dimana fungsi utamanya adalah konsolidasi pemasaran serta membantu pengambilan keputusan untuk melakukan sharing resources antar anggota Klaster UKM Berbasis Logam di Sidoarjo. Dalam sistem ini terdapat 12 kriteria yang menjadi pertimbangan dalam melakukan pengalokasian order melalui proses sharing resources antar UKM, dimana jumlah alokasi order per UKM yang dibagi melalui sharing resources ditentukan berdasarkan nilai performance rating UKM. Performance rating UKM tersebut merupakan jumlah dari seluruh perkalian antara bobot kriteria dengan rating kriteria yang dicapai oleh UKM. Adapun proses perhitungan performance rating tersebut dapat dilakukan secara otomatis pada sistem pendukung keputusan hasil penelitian ini. Sistem pendukung keputusan yang disebut virtual enterprise dirancang berbasis pada sistem agen yang dijalankan secara online melalui jaringan internet. Sistem pendukung keputusan tersebut berguna membantu LPB dalam memutuskan UKM yang diprioritaskan untuk menerima order dan menentukan jumlah order yang dibagikan per UKM melalui sharing resources. Dengan adanya implementasi sistem virtual enterprise, maka LPB membutuhkan adanya perubahan manajemen berupa penambahan administrator yang bertugas menjalankan sistem tersebut serta perubahan prosedur pelaksanaan standar (SOP) yang digunakan untuk menjalankan proses bisnis yang baru.

 

6. REFERENSI

 

Beckett, R. C. 2003. Determining The Anatomy of Business Systems for A Virtual Enterprise. Computers in Industry, Vol.51 , hal. 127-138.

Caglayan, A. 1997. Agent Sourcebook: A Complete Guide to Desktop, Internet, and Intranet Agents. John Wiley & Sons Inc.

Chung, S. H., dkk. 2006. Analytic Network Process (ANP) Approach for Product Mix Planning in Semiconductor Fabricator. International Journal of Production Economics,  Vol. 96, hal. 15-36.

Hye, P. K., & Joel, F. 1999. Virtual Enterprise – Information System and Networking Solution. Computers & Industrial Engineering, Vol.37 , hal. 441-444.

Iglesias. 1999. A Survey of Agent-Oriented Methodologies. Proceedings of the Fifth International Workshop on Agent Theories, Architectures, and Languages (ATAL-98),

Martinez, M., dkk. 2001. Virtual Enterprise – Organisation, Evolution and Control. Int. J. Production Economics, Vol. 74 , hal. 225-238.

Turban, E., dkk. 2004. Electronic Commerce A Managerial Perspective. New Jersey: Pearson Education, Inc.

Turban, E., dkk. 2005. Decision Support Systems and Intelligent Systems. Diterjemahkan oleh S. Primaningrum. Edisi VI, Yogyakarta: Penerbit ANDI.

Turban, E., dkk (2005). Decision Support Systems and Intelligent Systems. Diterjemahkan oleh S. Primaningrum. Edisi VII, Yogyakarta: Penerbit ANDI.

Wahono, R. S. 2001. Multi Agent Systems: Issues, Approaches and Challenges. IECI Japan Refreshing Seminar 2001 (IJRS-2001), Vol. 3, hal. 22-37.

Saaty, T. L. 1996. Decision Making with Dependence And Feedback The Analytic Network. Edisi I, Pittsburgh: RWS Publications.

Schneider, G. P., dan Perry, J. T. 2001. Electronic Commerce. Edisi II, Canada: Cource Technology.

Weber, C. A, dkk. 1991. Vendor Selection Criteria and Methods.European Journal of Operational Research, Vol. 50, hal. 2-18.

Zhang, dkk. 2003. Evolution of Supplier Selection Criteria and Methods.

Promotion

Promotion, Advertising and  Sales Promotion Strategies
Sales Force, Internet and Direct Marketing Strategies

GDE Error: Unable to load requested profile.

Innovation and New Product Strategy

Produk adalah pemahaman produsen sebagai usaha untuk memenuhi kebutuhan konsumen. Produsen kemudian menjabarkan persepsi dan preferensi konsumen melalui rancangan produknya.

Tingkatan Produk

Perencanaan produk ada tiga tingkatan, yaitu :

  1. 1.      Produk inti ( core product )

Tingkatan yang paling dasar adalah produk inti. Tingkatan ini menjawab pertanyaan apa yang benar-benar dibeli oleh konsumen ? produk inti adalah tingkatan yang paling pertama dan sentral dari suatu produk yang melibatkan penampilan fisik dari suatu produk, kualitas produk tersebut, serta kemampuannya untuk memuaskan kebutuhan konsumen, termasuk kegunaan fungsionalnya ( Bradley, 2003 p. 135 ).

  1. 2.      Produk actual ( actual produk )

Setelah membangun produk intinya, perusahaan harus membangun produk aktualnya diberbagai posisi yang dekat dengan produk inti. Produk actual tersebut minimal mempunyai lima sifat, yaitu :

  1. Tingkatan kualitas
  2. Fitur
  3. Desain
  4. Merek
  5. Kemasan
  6. 3.      Produk tambahan ( augmented product )

Perencana produk juga harus membangun produk tambahan disekitar produk inti dan actual dengan cara menawarkan layanan dan manfaat tambahan bagi konsumen.

Produk bukanlah sekedar dari kumpulan fitur berwujud. Konsumen cenderung melihat produk sebagai paket manfaat yang rumit yang dapat memuaskan kebutuhan mereka. Ketika merancang produk, para pemasar harus lebih dahulu mengidentifikasikan kebutuhan inti konsumen yang akan dipenuhi oleh produk tersebut. Kemudian perencana produk mendesain produk actual dan mencari cara menambah manfaat produk tersebut untuk menciptakan paket manfaat yang paling memuaskan konsumennya. ( Kotler & Armstrong, 2003, p. 341 )

Perkembangan Produk Baru

Perkembangan produk baru adalah suatu proses dari pencarian ide-ide untuk barang-barang dan pelayanan-pelayanan baru, dan mengubahnya menjadi tambahan lini produk yang berhasil secara komersil. ( Darymple & Parsons, 2000, p. 219 ). Alas an dasar perusahaan mengembangkan produk baru adalah untuk menggantikan item-item yang telah kehilangan minat dari konsumen. Pengenalam item baru membantu meningkatkan pendapatan dan keuntungan bagi perusahaan.

Bradley (2003, p. 134 ) menyebutkan bahwa tugas dari pengelolaan pengembangan produk baru adalah sebagai suatu usaha yang seimbang, yang berfokus pada tiga objektif, yaitu :

  1. 1.      Performa produk

Merujuk pada bagaimana suatu produk memenuhi spesifikasi performa yang diinginkan oleh konsumen, atau dengan kata lain seberapa baik suatu produk dinilai di mata konsumen.

  1. 2.      Kecepatan menuju pasar

Kecepatan ini diukur sebagai waktu yang terlewati diantara masa kebutuhan yang belum terpenuhi muncul di pasar, dan masa suatu produk yang dibuat tersedia kepada konsumen untuk memenuhi kebutuhan ini.

  1. 3.      Biaya produk.

Merujuk pada biaya keseluruhan yang dikeluarkan untuk mengantarkan produk tersebut kepada konsumen.

Adapun tahap-tahap dalam pengembangan suatu produk adalah sebagai berikut :

  1. Strategi produk baru
  2. Menghasilkan gagasan
  3. Penyaringan gagasan
  4. Analisis bisnis
  5. Pengembangan
  6. Uji coba pemasaran
  7. komersialisasi
GDE Error: Unable to load requested profile.

Teaching Sales

Teaching Sales

Great sales professionals are scare and getting scarcer” Authors: Suzanne Foget, David Hoffmeister, Richard Rocco, Daniel P

Diulas oleh Jhon Hardi

1.1.   Paradigma lama terkait Pendidikan Ilmu Menjual (Sales)

Artikel ini berusaha menggungah kesadaran perguruan tinggi untuk mendesain kurikulum dan membuka program-program pendidikan tentang penjualan. Hal ini mengingat fakta bahwa di sebagian besar sekolah bisnis kelas dunia tidak banyak ditemukan mata kuliah terkait penjualan, bahkan ditingkat Master of Business Administrasion hanya ada 1 mata kuliah manajemen penjualan, hal ini secara implisit menunjukkan bahwa pendidikan penjualan tidak penting. Salah satu alasan karena adanya paradigma bahwa seorang penjual (salespersons) dilahirkan dan bukan dibentuk sehingga mereka sangat meragukan keberhasilan pendidikan yang mengajarkan tentang menjual. Hasil dari pendidikan menjual ini masih diragukan tidak hanya di Indonesia, bahkan diluar negeri. Menurut Suzanne Fogel dkk (2012) menyatakan bahwa dari 479 program bisnis yang diakreditasi oleh Advance Collegiate Schools of Business, hanya 101 yang memiliki kurikulum penjualan dan hanya satu yang menawarkan gelar MBA dalam bidang penjualan salesoriented. Setelah melalui proses pendidikan menjual, siswa akan menjadi apa atau bagaimana? Pertanyaan tentang hasil yang dapat diukur dari suatu proses pendidikan adalah hal yang wajar, karena menyangkut penggunaan sumberdaya yang tidak sedikit dan waktu yang cukup banyak dialokasikan dalam program.

Tulisan ini dibuat dari hasil pelajaran selama mendirikan dan menjalankan aktivitas penelitian dibawah Center for Sales Leadership di DePaul University yang pada intinya ingin menggugah kesadaran perguruan tinggi untuk meningkatkan investasi pendidikan penjualan. Hal ini ditunjang pula dengan  survey yang dilakukan  Chally Group (sebuah konsultan dibidang penjualan) sejak tahun 1998, yang menyebutkan bahwa banyak pembeli memilih pemasoknya bukan berdasar atas kualitas produk atau layanan ataupun harga, melainkan keahlian atau skill dari penjualnya (salespersons).

Pendidikan tentang ilmu menjual belum dianggap penting karena dipandang bagian kecil dari aktivitas pemasaran yang fokus utamanya hanya pada penjualan produk saja. Sehingga pendidikan tentang penjualan di perguruan tinggi tidak banyak membantu, karena pengetahuan tentang produk itu unik sehingga perusahaan perlu membuat pelatihan internal, sedangkan keahlian menjual dipandang sebagai sesuatu yang tidak bisa diajarkan. Paradigma penjualan belum dipandang sebagai profesi yang membanggakan. Pendidikan magister lebih memberikan pendidikan pemasaran dan manajemen secara umum yang sangat diperlukan ketika seseorang menduduki jabatan yang lebih tinggi diperusahaan. Disisi lain, pendidikan tentang penjualan dianggap sekedar mengajarkan aktivitas teknis menjual sehingga tidak terlalu dihargai.

1.2. Paradigma Baru Pendidikan Penjualan

Terminologi Sales 2.0 saat ini sedang berkembang memperkenalkan paradigma bahwa penjualan berarti memberdayakan konsumen. Konsumen tidak lagi menuntut penjual (salesperson) memahami tentang produk perusahaan dan bisa memproses pesanan tetapi lebih pada bagaimana membantu konsumen mendefinisikan masalahnya dan berusaha memberikan solusi secara lengkap. Untuk itu, pendidikan ilmu menjual diharapkan memberikan kemampuan yang lengkap mulai dari dasar-dasar keilmuannya (fundamental sales), metodologi, hingga ilmu penjualan tingkat lanjut (multibuyers methodologies, analytic process for customer development), manajemen penjualan, komunikasi bisnis, dan teknologi penunjang penjualan.

Paradigma baru ini dipandang sebagai kesempatan oleh perguruan tinggi kelas dunia untuk meningkatkan investasi dibidang pendidikan penjualan, dimana dari 45 program pendidikan yang ditawarkan pada tahun 2007 meningkat dua kali lipat ditahun 2011. Dunia perguruan tinggi makin percaya diri bahwa mereka dapat memberikan lebih kepada mahasiswa dibandikan dengan apa yang bisa diberikan oleh pelatihan di industri.

1.3. Menjual Pendidikan Ilmu Menjual

Paradigma lama terkait profesi penjual yang kurang bergengsi mempengaruhi animo mahasiswa  belajar dalam pendidikan ilmu menjual diperguruan tinggi. Keberlangsungan karir seorang penjual (sales person) juga diragukan, dan ini sudah menjadi stereotype publik. Pendidikan ilmu menjual terus berusaha meyakinkan mahasiswanya bahwa ini adalah suatu profesi yang sangat menarik, karena memberikan otonomi yang luar biasa kepada individu, serta ruang gerak yang sangat luas dan dapat menjalin jaringan dengan banyak pihak eksternal perusahaan. Penghargaan berupa uang juga sangat menarik karena ini berkorelasi dengan usaha individu masing-masing. Motivasi yang diberikan para dosen program penjualan di perguruan tinggi ini cukup dapat meningkatkan animo mahasiswa untuk yakin memilih profesi penjual setelah lulus. Tugas yang tidak kalah berat adalah meyakinkan industri untuk bermitra dengan perguruan tinggi. Karena sekolah bisnis merupakan sekolah professional, bukan akademis, maka industri memiliki tanggung jawab untuk menjaga para mahasiswa tetap bangga pada profesi yang dipilihnya. Saat ini banyak pusat-pusat penjualan sudah jenuh oleh aktivitas bisnis, namun sangat sulit untuk melakukan ekspansi karena salesperson yang langka. Apabila industri berkepentingan dengan menumbuhkan pusat-pusat penjualan, diharapkan industri dapat menjadi mitra aktif perguruan tinggi yang membuka program pendidikan penjualan.

Brands Performance

Editor senior Harvard Business Review (HBR) Regina Fazio Maruca pada tahun 1994 di HBR dan kemudian diterbitkan dalam bentuk buku dengan judul HBR on Brand Management menceritakan tentang shampoo merek La Shampoo yang mengalami kesulitan. Judulnya menarik Can This Brand be Saved?. Dapatkan merek ini diselamatkan? Diceritakan bahwa Shampoo yang diluncurkan pada tahun 1975 dan ditargetkan untuk wanita antara 15 – 30 tahun dan memiliki slogan dari awal “La Shampoo: For the look and feel of france” ini sebelumnya kinerjanya bagus, akan tetapi sejak tahun 1989 terus mengalami penurunan.

Kasus yang sama barangkali terjadi dengan banyak merek diIndonesia, yang semula sangat menguasai pasar, akan tetapi di satu titik tiba-tiba pertumbuhannya berhenti, bahkan mengalami penurunan dan terus menurun sampai akhirnya disalib oleh merek lain yang sebelumnya sama sekali belum terdengar. Kasus yang terjadi dalam 5 tahun terakhir ini misalnya bagaimana kuatnya oli Mesran sampai dengan tahun 2002, dan menurut penelitian MARS dari tahun 1994, tidak ada satupun merek oli yang mampu melawan karena memang kebijakan pemerintah juga menopang keberhasilannya. Akan tetapi ketika pasar dibebaskan dan siapapun boleh masuk ke pasar oli, tiba-tiba ada Oli merek Top 1. Mula-mula pasar oli sepeda motor dulu yang dikuasai oleh Top 1, kemudian baru kendaraan roda 4.

Apa yang sesungguhnya terjadi ? apakah menangnya Top 1 dalam persaingan dengan Mesran tersebut terjadi secara tiba-tiba atau dalam kurun waktu yang pendek sehingga Mesran tidak siap untuk menghadapinya ? Sepertinya tidak. Pindahnya seorang konsumen dari sebuah merek ke merek yang lain, apalagi produk tersebut termasuk semi-high involvement, memakan waktu yang tidak sedikit. Ada sebuah proses yang secara teratur dijalankan oleh konsumen sampai akhirnya mereka memutuskan menggunakan merek tertentu. Konsumen selalu rasional dalam mengambil keputusan, akan tetapi variabel yang digunakannya sebagai dasar pengambilan keputusan seringkali tidak dipahami oleh marketer.  (Asto S. Subroto)

 

GDE Error: Unable to load requested profile.

Mengukur Metrik Pemasaran

Menurut Dave Reibstein, penulis buku called Marketing Metrics, 50+ Metrics Every Executive Should Master, perusahaan seringkali salah dalam menggunakan metric-metrik pemasaran. Misalnya, metrik yang paling umum digunakan, yaitu market share (pangsa pasar). Perusahaan seringkali melihat pada pangsa pasar untuk mengevaluasi bagaimana kinerja mereka. Namun kadang digunakan salah jika pendefinisiannya kurang jelas. Mungkin kita berbicara tentang pangsa pasar dalam rupiah, yaitu porsi pendapatan dalam industri, sementara orang lain mungkin saja berbicara mengenai pangsa pasar unit, yaitu jumlah unit barang yang terjual.

Kedua, Reibstein mengemukakan bahwa ketika Anda menghitung pangsa pasar, maka ada numerator, yaitu penjualan dan denominatornya yaitui penjualan industri. Namun pertanyaannya adalah, apa definisi industri Anda? Misalnya Anda berada pada bisnis printer dan berpikir bahwa pangsa pasar Anda dalam industri printer, namun bisa saja pesaing melihat pangsa pasar Anda adalah printer laserjet, misalnya.

Market Share adalah salah satu metric yang terpenting dalam mengukur efektivitas pemasaran. Reibstein mengungkapkan ada dua lagi metric yang terpenting, yaitu: share of requirement dan customer satisfaction (kepuasan pelanggan).

Share of requirement adalah berapa pangsa pasar merek Anda dari kategori total yang dilakukan oleh repeat buyer. Ini menunjukkan loyalitas pelanggan pada merek Anda. Jika share requirement tinggi, maka cara terbaik untuk berkembang adalah dengan memperoleh pelanggan baru. Namun jika share requirement rendah, maka Anda bisa memanfaatkan pelanggan yang sudah ada dan menjual lebih kepada mereka sehingga mereka membeli dalam porsi yang lebih banyak.

Kemudian metric ketiga yang juga penting adalah kepuasan pelanggan. Tentu saja ini penting karena Anda pasti ingin tahu sebaik apa Anda melayani pelanggan. Metrik ini juga penting untuk memperkirakan seberapa loyal para pelanggan Anda.