Innovation and New Product Strategy

Produk adalah pemahaman produsen sebagai usaha untuk memenuhi kebutuhan konsumen. Produsen kemudian menjabarkan persepsi dan preferensi konsumen melalui rancangan produknya.

Tingkatan Produk

Perencanaan produk ada tiga tingkatan, yaitu :

  1. 1.      Produk inti ( core product )

Tingkatan yang paling dasar adalah produk inti. Tingkatan ini menjawab pertanyaan apa yang benar-benar dibeli oleh konsumen ? produk inti adalah tingkatan yang paling pertama dan sentral dari suatu produk yang melibatkan penampilan fisik dari suatu produk, kualitas produk tersebut, serta kemampuannya untuk memuaskan kebutuhan konsumen, termasuk kegunaan fungsionalnya ( Bradley, 2003 p. 135 ).

  1. 2.      Produk actual ( actual produk )

Setelah membangun produk intinya, perusahaan harus membangun produk aktualnya diberbagai posisi yang dekat dengan produk inti. Produk actual tersebut minimal mempunyai lima sifat, yaitu :

  1. Tingkatan kualitas
  2. Fitur
  3. Desain
  4. Merek
  5. Kemasan
  6. 3.      Produk tambahan ( augmented product )

Perencana produk juga harus membangun produk tambahan disekitar produk inti dan actual dengan cara menawarkan layanan dan manfaat tambahan bagi konsumen.

Produk bukanlah sekedar dari kumpulan fitur berwujud. Konsumen cenderung melihat produk sebagai paket manfaat yang rumit yang dapat memuaskan kebutuhan mereka. Ketika merancang produk, para pemasar harus lebih dahulu mengidentifikasikan kebutuhan inti konsumen yang akan dipenuhi oleh produk tersebut. Kemudian perencana produk mendesain produk actual dan mencari cara menambah manfaat produk tersebut untuk menciptakan paket manfaat yang paling memuaskan konsumennya. ( Kotler & Armstrong, 2003, p. 341 )

Perkembangan Produk Baru

Perkembangan produk baru adalah suatu proses dari pencarian ide-ide untuk barang-barang dan pelayanan-pelayanan baru, dan mengubahnya menjadi tambahan lini produk yang berhasil secara komersil. ( Darymple & Parsons, 2000, p. 219 ). Alas an dasar perusahaan mengembangkan produk baru adalah untuk menggantikan item-item yang telah kehilangan minat dari konsumen. Pengenalam item baru membantu meningkatkan pendapatan dan keuntungan bagi perusahaan.

Bradley (2003, p. 134 ) menyebutkan bahwa tugas dari pengelolaan pengembangan produk baru adalah sebagai suatu usaha yang seimbang, yang berfokus pada tiga objektif, yaitu :

  1. 1.      Performa produk

Merujuk pada bagaimana suatu produk memenuhi spesifikasi performa yang diinginkan oleh konsumen, atau dengan kata lain seberapa baik suatu produk dinilai di mata konsumen.

  1. 2.      Kecepatan menuju pasar

Kecepatan ini diukur sebagai waktu yang terlewati diantara masa kebutuhan yang belum terpenuhi muncul di pasar, dan masa suatu produk yang dibuat tersedia kepada konsumen untuk memenuhi kebutuhan ini.

  1. 3.      Biaya produk.

Merujuk pada biaya keseluruhan yang dikeluarkan untuk mengantarkan produk tersebut kepada konsumen.

Adapun tahap-tahap dalam pengembangan suatu produk adalah sebagai berikut :

  1. Strategi produk baru
  2. Menghasilkan gagasan
  3. Penyaringan gagasan
  4. Analisis bisnis
  5. Pengembangan
  6. Uji coba pemasaran
  7. komersialisasi
GDE Error: Unable to load requested profile.

Gonjang Ganjing UMR 2013…

Tahun 2012 sebentar lagi akan berakhir, dan segera prospek UMR 2013 (sekarang diubah menjadi Upah Minimum Provinsi dan Upah Minimum Kota/Kabupaten) menjadi ramai dibicarakan. Sejumlah wakil pekerja menyuarakan agar UMP DKI Jakarta dinaikkan menjadi Rp 2,4 jutaan, atau naik secara dramatis dibanding UMP tahun ini yang angkanye berkisar pada Rp 1,5 juta per bulan.

Menjalani hidup di kota besar seperti Jabodetabek dengan dua anak, hanya dengan gaji 1,5 jutaan memang amat menghimpit. Empati sedalam-dalamnya harus selalu dihadirkan bagi perjuangan mereka menuntut kenaikan gaji (saya kadang bete terjebak kemacetan gara-gara demo buruh, namun saya kemudian ingat : anak-anak mereka di-rumah mungkin tengah menangis lantaran ayahnya tak lagi sanggup membeli nasi).

Di pagi yang mendung ini, ditengah beban biaya hidup yang kian menghimpit, ditengah kegalauan lantaran uang gaji yak pernah lagi bisa ditabung, kita mau membedah tema itu : tentang upah minimal yang selayaknya dihaturkan pada jutaan pekerja Indonesia yang tercinta.

Oke, oke, saya sudah sering mendengar kenapa usulan kenaikan UMP menjadi 2 jutaan per bulan itu tidak masuk akal. Pasti banyak perusahaan yang tidak sanggup, tutup usahanya (atau relokasi ke negara lain), dan akibatnya : PHK, dan akhirnya pengangguran justru melesat.

Sayangnya, alasan itu klise, dan berangkat dari pola pikir yang linear (bukan pola pikir lateral). Maksud saya, tak ada salahnya kita sedikit memberikan ruang bagi pandangan yang berbeda, yang mungkin lebih fresh, dan lebih inovatif (lantaran tidak terjebak linear thinking).

Maka, mari kita simak argumen kenapa usulan kenaikan UMR yang signifikan layak dipertimbangkan.

Argumen pertama : memberikan gaji yang memadai pada pekerja dan buruh adalah salah satu pilar penting untuk membangun kemakmuran bangsa (sejarah kebangkitan ekonomi Amerika dipicu oleh kenaikan upah buruh yang dramatis pada era tahun 50-an).

Sebabnya sederhana : dengan gaji yang memadai, kalangan buruh akan punya daya beli yang lebih bagus, dan secara kolektif hal ini akan memicu demand produk secara dramatis (dan persis inilah yang terjadi pada kebangkitan ekonomi Amerika di era tahun 50an dan ekonomi Korea di tahun 80-an yang mencengangkan itu).

Kalau jutaan buruh upahnya pas-pasan, daya beli mereka jatuh, lalu siapa yang akan membeli produk-produk yang dihasilkan pabrik itu?

Sebaliknya, dengan gaji memadai, para buruh akan memiliki consumption and buying power yang lebih baik. Dan percayalah : dalam jangka panjang ini JUSTRU akan menguntungkan para pengusaha (sebab permintaan akan produk-produk mereka pasti akan meroket).

Argumen kedua : UMR yang tinggi akan menggedor kreativitas pengusaha untuk mulai menciptakan high value added products dan juga level produktivitas pekerjanya.

Justru disini UMR yang tinggi menjadi pendorong the magic of innovation : pengusaha yang selama ini hanya maunya jadi “pengusaha kelas tukang jahit” atau hanya memproduksi barang-barang komoditi, dipaksa untuk mengembangkan high valued added product yang memberikan profit margin yang lebih tinggi (supaya bisa membayar UMR).

Transformasi tersebut amat krusial kalau kita tak ingin pengusaha tanah air berjalan di tempat. Dan ingatlah selalu : transformasi semacam ini yang akan membuat negeri ini tidak masuk dalam “middle income nation trap”.

UMR yang tinggi lantas tak akan pernah dikenang sebagai kutukan sejarah, namun justru “berkah terselubung” bagi kebangkitan inovasi ekonomi negri ini.

UMR yang tinggi juga akan memaksa pengusaha untuk inovatif dalam meningkatkan level produktivitas pekerjanya. Again, UMR yang tinggi mestinya dianggap sebagai PELUANG, bukan PROBLEM : peluang yang menantang pengusaha untuk menemukan cara-cara inovatif melejitkan produktivitas.

Mindset pengusaha harusnya begini : kalau UMR naik 50%, namun level produkvitas naik 300%, why not. Pan pengusaha katanya orang-orang yang berjiwa kreatif.

Argumen yang terakhir : puluhan riset empiris dengan ribuan responden perusahaan memberikan kesimpulan yang terang benderang. Bahwa semua perusahaan menjadi hebat lantaran memberikan upah dan gaji yang amat memadai bagi buruh/pekerjanya.

Dilema ayam sama telor duluan mana terpecahkan disini : riset itu menunjukkan bahwa perusahaan harus memberikan gaji yang memadai LEBIH DULU, baru kemudian kinerja bisnis mereka akan melesat.

Bukan sebaliknya : mari kita kerja keras dulu, gaji apa adanya dulu ya, baru nanti kalau profit bagus, kita akan naikkan gaji ya (masih dengan embel-embel, tapi ndak janji lho). Sekali lagi : terus guwe mesti harus bilang wow gituh?

Konon, pengusaha atau entrepreneurs adalah risk takers dan collective of innovative minds yang selalu haus dengan tantangan. Kalimat itu hanya akan menjadi fatamorgana, kalau etos inovasi yang legendaris itu tidak dihadirkan untuk mengatasi isu UMR ini.

Carmuk di depan Boss oleh ” krucuk mumet”

Carmuk. Cari muka di depan boss. Kalimat ini mungkin telah tergelincir menjadi sejenis dirty words dengan aura negatif yang muram. Tentu saja demikian, jika cara itu dilakukan dengan pola amatiran dan sembrono oleh staf rendahan atau biasa disebut oleh dosen saya dengan istilah Krucuk Mumet. Namun jika proses itu dilakukan secara elegan dan proper, mungkin ia akan jadi pilar yang cukup penting bagi laju karir dan tentu saja, grafik kesejahteraan kita.

Cara cari muka secara elegan di depan boss itu lazim disebut sebagai ilmu impression management.

Di pagi musim penghujan ini, di bulan yang acap dikenang secara sendu dengan sebutan November Rain, kita mau mengulik seluk beluk ilmu impression management. Tujuan tulisan ini mulia : supaya karir dan nasib Anda bisa bergerak naik, berkah barokah, gemah ripah loh jinawi.

Sebelum membedah sejumlah kiat untuk melakoni impression management, kita jelajahi dulu empat jenis karyawan dan manajer.

Tipe pertama : kinerjanya bagus namun tidak bisa menjual dirinya dengan baik (bad impression management skills). Mungkin kinerja orang ini memang bagus : tekun, selalu mau kerja keras bahkan lembur, dan nyaris selalu bisa menyelesaikan pekerjaan dengan tepat waktu.

Namun sayang, ia kurang piawai mencitrakan dirinya sebagai pekerja cerdas. Alhasil, namanya “nyaris tak terdengar”, dan karirnya mentok di pojok laci. Low profile boleh-boleh saja, tapi kalau selalu makan hati lantaran tak pernah di-promote, terus gue harus bilang wow gitu?

Tipe kedua : kinerjanya pas-pasan, namun pakar dalam teknik cari muka di depan bos. Teknik cari mukanya mulai dari yang sederhana : bikinin presentasi buat si bos, ikut membawakan tas/laptop boss, hingga yang lumayan “keren”, misal membelikan oleh-oleh buat si anak bos dan rela menjadi supir pribadi kala bos mau berkunjung kemana-mana.

Tanpa ditopang dengan substansi kinerja yang andal, siasat seperti diatas hanya akan meninggalkan jejak yang kelam bagi produktivitas organisasi di masa mendatang. Rekayasa impression management yang hanya akan membikin roboh kinerja bisnis.

Tipe ketiga : sudah kinerjanya pas-pasan, impression management skills-nya juga buruk. Pegawai semacam ini mungkin lebih baik diajak ke laut : buat merenung di pinggir pantai dari pagi sampe paginya lagi.

Tipe keempat adalah yang mungkin mesti ditumbuhkan : kinerjanya bagus, dan ditopang dengan ilmu impression management yang elegan. Alhasil karir pegawai/manajer seperti ini bisa terus berkibar meski hujan terus mengguyur bumi (halah, apa hubungannya).

Btw, siasat impression management yang dilakukan oleh pekerja tipe keempat itu layak di-dedahkan disini. Inilah contoh tiga cara cari muka di depan boss secara elegan yang mungkin layak diusung.

Cara Cari Muka # 1  : branding your program/activity as a critical part for company’s success. Desain dan kembangkan program yang kredibel dan inovatif (ini saja sudah memerlukan kompetensi). Namun yang tak kalah penting : branding program itu secara komunikatif (kalau perlu diresmikan dalam company event biar lebih ngejreng). Pastikan dalam keseluruhan proses itu, peran Anda “menonjol dan kelihatan” (dan memang ditopang oleh kecakapan).

Siasat diatas akan secara dramatis melambungkan nama Anda sebagai “rising star” – apalagi jika memang program/inisiatif itu bisa dijalankan dengan sukses.

Cara Cari Muka # 2 : bergiatlah secara aktif dalam company-wide initiatives (yang bersifat lintas departemen); misal seperti projek penerapan six sigma initiative, projek penerapan 5S atau balanced scorecard; atau projek pengembangan market baru.

Dan pastikan dalam inisiatif yang lintas bagian itu, Anda punya peran yang menonjol (entah sebagai team leader, atau sekedar aktif mengajukan solusi ide dalam meeting-meeting projek). Peran aktif Anda dalam inisiative seperti ini merupakan sarana ampuh to market yourself (ingat, personal branding).

Dibanyak perusahaan, orang yang aktif dalam company wide initiatives semacam diatas, cenderung lebih cepat dipromosikan. Ndak percaya? Coba saja sendiri.

Cara Cari Muka # 3  atau yang terakhir : bangunlah network internal dan posisikan Anda/departemen Anda sebagai good partner yang helpful. Selama ini di banyak organisasi, acap terjadi konflik antar departemen lantaran ego sektoral dan perbedaan kepentingan/prioritas. Koordinasi jadi macet.

Jangan ulangi kesalahan semacam itu. Posisikan tim Anda sebagai partner yang selalu gigih mencari win-win solution. Teruslah bergerak tanpa lelah ke setiap bagian/departemen, bangun komunikasi yang konstruktif, dan tawarkan aksi konkrit untuk memajukan kinerja bersama.

Cara yang ketiga ini niscaya akan membuat nama Anda menjadi “harum mewangi” dalam setiap sudut bangunan kantor Anda bekerja. Because, yes, you are a really good partner who drives performance.